Sanggahan vs Sanggahan Banding: Apa Bedanya?

Pendahuluan

Dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah maupun swasta, istilah “sanggahan” dan “sanggahan banding” sering muncul sebagai mekanisme resmi bagi peserta untuk menyampaikan keberatan. Meskipun kedua istilah terdengar mirip, keduanya memiliki tujuan, prosedur, dan konsekuensi hukum yang berbeda. Memahami perbedaan antara sanggahan dan sanggahan banding sangat krusial agar pelaku pengadaan—baik panitia maupun peserta—dapat menggunakan haknya dengan tepat, menghindari kesalahan administrasi, dan memaksimalkan peluang memperoleh hasil yang adil. Artikel ini mengulas secara komprehensif definisi, landasan hukum, proses, perbedaan kunci, hingga rekomendasi praktis bagi semua pihak.

1. Definisi Sanggahan

1.1. Pengertian Umum

Dalam konteks pengadaan barang dan jasa pemerintah, sanggahan adalah instrumen formal yang memberi hak kepada peserta tender untuk menyampaikan keberatan terhadap hasil evaluasi panitia pengadaan. Sanggahan ini bukan sekadar keluhan biasa, melainkan merupakan mekanisme legal yang diatur dengan jelas dalam regulasi pengadaan. Keberatan ini diajukan setelah panitia mengumumkan hasil evaluasi penawaran namun sebelum penetapan pemenang dilakukan secara resmi.

Tujuan utama dari sanggahan bukan untuk mengganggu jalannya pengadaan, melainkan untuk memastikan bahwa proses evaluasi dilakukan secara akuntabel, adil, dan bebas dari kesalahan administratif maupun substantif. Sanggahan berfungsi sebagai kontrol horizontal yang memungkinkan peserta turut menjaga integritas proses. Misalnya, jika peserta merasa bahwa dokumennya telah memenuhi seluruh ketentuan administratif namun tetap dinyatakan gugur, maka sanggahan dapat digunakan untuk meminta klarifikasi atau koreksi atas keputusan tersebut.

1.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup sanggahan cukup spesifik. Hanya peserta yang telah mengikuti proses lelang dan mengalami kerugian langsung atas keputusan evaluasi yang berhak mengajukan sanggahan. Ini berarti sanggahan tidak dapat diajukan oleh pihak luar atau peserta yang tidak lolos sejak awal tahapan prakualifikasi.

  • Batas Waktu: Pengajuan sanggahan dibatasi dalam waktu 2×24 jam sejak pengumuman hasil evaluasi dipublikasikan melalui sistem pengadaan elektronik (SPSE). Tenggat waktu ini bersifat ketat dan jika terlewat, hak sanggah dianggap gugur.
  • Objek Sanggahan: Termasuk namun tidak terbatas pada:
    • Penolakan dokumen administratif padahal sesuai dengan dokumen pemilihan.
    • Penilaian teknis yang tidak konsisten dengan kriteria yang dipublikasikan.
    • Kesalahan dalam penghitungan nilai harga atau kesalahan formula evaluasi.
    • Tidak transparannya alasan gugurnya peserta.
  • Pihak yang Terlibat:
    • Peserta Tender sebagai pihak penyampai sanggahan.
    • Panitia Pengadaan (Pokja/PP) sebagai pihak yang bertanggung jawab memberikan tanggapan atas sanggahan tersebut.

1.3. Tujuan

Sanggahan memiliki sejumlah tujuan penting dalam rangka menjamin proses pengadaan yang sehat:

  • Perbaikan Kesalahan: Dalam praktiknya, kesalahan administratif maupun interpretatif dapat terjadi. Sanggahan menjadi alat untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan sebelum penetapan pemenang dilakukan.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Memberikan ruang bagi peserta untuk ikut mengawasi dan mempertanyakan proses, yang pada akhirnya akan memperkuat sistem pengadaan agar lebih bersih dan akuntabel.
  • Keterbukaan Dialog: Menjembatani komunikasi antara peserta dan panitia dalam forum resmi, mendorong respons yang berbasis dokumen, data, dan regulasi, bukan asumsi atau pendapat subjektif.

2. Definisi Sanggahan Banding

2.1. Pengertian Umum

Sanggahan banding adalah bentuk keberatan lanjutan yang diajukan oleh peserta tender apabila merasa bahwa tanggapan panitia terhadap sanggahan awal tidak memadai, tidak adil, atau bahkan mengabaikan substansi permasalahan. Istilah ini merujuk pada fase kedua dari mekanisme pengaduan internal dalam sistem pengadaan.

Sanggahan banding menunjukkan eskalasi konflik administratif dari tingkat panitia ke tingkat pengambil keputusan yang lebih tinggi, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau dalam beberapa kasus unit pengawas internal. Banding ini merupakan bagian dari prinsip “exhausting internal remedies” dalam sistem hukum administrasi, yaitu menyelesaikan semua prosedur internal sebelum menempuh jalur hukum eksternal seperti PTUN.

2.2. Ruang Lingkup

  • Batas Waktu Pengajuan: Biasanya peserta diberikan waktu sekitar 5–7 hari kerja sejak diterimanya tanggapan sanggahan dari panitia untuk mengajukan banding. Batas waktu ini bisa berbeda tergantung pada ketentuan yang tertuang dalam dokumen pemilihan atau SOP organisasi.
  • Objek Sanggahan Banding:
    • Jawaban panitia yang dianggap tidak menjawab substansi sanggahan sebelumnya.
    • Ketidakkonsistenan antara isi dokumen pengadaan dengan jawaban sanggahan.
    • Indikasi bahwa panitia tetap melanjutkan proses walaupun peserta lain terbukti melakukan pelanggaran prosedural.
    • Dugaan adanya konflik kepentingan atau ketidakpatuhan pada prinsip evaluasi.
  • Pihak yang Terlibat:
    • Peserta sebagai pengaju.
    • Pokja sebagai pihak yang sebelumnya memberikan tanggapan.
    • PPK atau unit pengendali internal sebagai pihak penilai akhir.

2.3. Tujuan

  • Upaya Hukum Internal Terakhir: Menyediakan forum banding resmi sebelum peserta membawa kasus ke PTUN atau lembaga arbitrase. Ini penting agar semua pihak memiliki kesempatan menyelesaikan konflik secara administratif terlebih dahulu.
  • Evaluasi Independen: Karena ditangani oleh otoritas di atas panitia pengadaan, sanggahan banding memungkinkan dilakukan evaluasi yang lebih objektif dan bebas dari potensi konflik kepentingan panitia.
  • Penyelesaian Akhir: Memberikan keputusan yang final dalam jalur internal. Apabila keputusan banding tetap tidak memuaskan peserta, maka jalur hukum terbuka sebagai langkah selanjutnya.

3. Landasan Hukum

3.1. Peraturan Presiden dan Peraturan LKPP

Mekanisme sanggahan dan sanggahan banding memiliki dasar hukum yang kuat dalam sistem hukum pengadaan Indonesia, yakni:

  • Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diperbarui dengan Perpres No. 12 Tahun 2021, memberikan kerangka hukum utama mengenai pengelolaan sanggahan, batas waktu, hingga sanksi administratif.
  • Peraturan LKPP seperti Perlem LKPP No. 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Umum Pengadaan, memperinci mekanisme sanggahan dan banding, termasuk peran serta kewenangan masing-masing pihak.
  • Beberapa ketentuan mengharuskan panitia untuk:
    • Mencatat setiap sanggahan yang masuk.
    • Memberikan jawaban tertulis.
    • Mempublikasikan jawaban secara transparan.

3.2. Asas Hukum Administrasi

  • Due Process of Law: Mengharuskan setiap keputusan pemerintah (termasuk dalam pengadaan) dibuat dengan memberi kesempatan kepada pihak yang terkena dampak untuk menyatakan pendapat atau keberatan.
  • Exhausting Internal Remedies: Pengajuan sanggahan banding merupakan bagian dari prinsip bahwa semua upaya administratif harus ditempuh terlebih dahulu sebelum membawa perkara ke pengadilan.
  • Legal Standing Peserta: Peserta tender memiliki posisi hukum yang diakui untuk mengajukan sanggahan maupun banding. Hal ini penting untuk melindungi prinsip persaingan yang sehat dan adil.

Dengan landasan hukum yang kokoh ini, baik panitia maupun peserta memiliki pedoman yang sahih untuk menjalankan proses sanggahan secara tertib dan bertanggung jawab.

4. Proses dan Tahapan Sanggahan

4.1. Pengajuan Sanggahan

Peserta harus menyampaikan sanggahan secara tertulis melalui sistem e‑procurement (SPSE) dalam waktu maksimal 2×24 jam setelah pengumuman hasil evaluasi diterbitkan. Format sanggahan harus mencantumkan:

  • Identitas peserta dan nama paket pengadaan.
  • Uraian keberatan secara sistematis dan sopan.
  • Bukti pendukung, seperti kutipan dokumen pengadaan, tangkapan layar, atau salinan dokumen tender.

Setiap sanggahan yang masuk harus diregistrasi oleh sistem, dicatat tanggal dan jam penerimaannya untuk keperluan audit serta dokumentasi resmi.

4.2. Verifikasi dan Analisis oleh Panitia

Setelah sanggahan diterima, panitia (Pokja) melakukan:

  • Rapat Internal: Mengkaji substansi sanggahan, apakah memang ada kekeliruan penilaian, penafsiran dokumen, atau kesalahan administratif.
  • Konsultasi Teknis dan Legal: Jika substansi menyangkut aspek teknis atau berpotensi hukum, panitia perlu melibatkan tenaga ahli dan unit hukum untuk menelaah implikasi sanggahan tersebut.
  • Dokumen Referensi: Panitia mencocokkan isi sanggahan dengan:
    • Dokumen pemilihan (RFP/KAK)
    • Notulen klarifikasi
    • Catatan evaluasi
    • Dokumen penawaran peserta

4.3. Penyusunan Jawaban

Jawaban sanggahan harus memenuhi kriteria:

  • Terstruktur: Disusun dalam bentuk poin-poin numerik agar mudah dibaca dan ditelusuri.
  • Objektif: Berdasarkan dokumen, tidak bersifat membela diri atau menuduh.
  • Bahasa Formal: Menghindari istilah emosional dan tetap menjunjung netralitas administratif.
  • Dokumentasi: Seluruh tanggapan didokumentasikan baik di SPSE maupun dalam bentuk PDF/email resmi yang dikirim ke peserta.

4.4. Pengumuman Jawaban

Panitia wajib memberikan jawaban maksimal 5 hari kerja sejak sanggahan diterima. Media pengumuman dilakukan melalui:

  • SPSE (publik dan transparan)
  • Surat/email resmi kepada peserta

Jika jawaban panitia diterima oleh peserta, maka proses berlanjut ke penetapan pemenang. Jika tidak diterima, peserta memiliki hak untuk naik ke tahap sanggahan banding. Oleh karena itu, akurasi dan profesionalisme dalam menjawab sangat penting agar tidak membuka celah konflik lanjutan.

5. Proses dan Tahapan Sanggahan Banding

5.1. Pengajuan Banding

Sanggahan banding hanya dapat diajukan setelah peserta menerima jawaban atas sanggahan pertama dan merasa bahwa tanggapan tersebut tidak menyelesaikan substansi permasalahan. Waktu pengajuan banding biasanya ditetapkan dalam dokumen pengadaan, umumnya antara 5 hingga 7 hari kerja sejak tanggal diterimanya jawaban sanggahan.

  • Format Banding: Surat banding disusun secara tertulis dan elektronik, ditujukan kepada pejabat yang memiliki kewenangan lebih tinggi dari panitia pengadaan, seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kepala Satuan Kerja. Surat harus mencakup:
    • Identitas peserta dan paket pengadaan
    • Rujukan sanggahan pertama dan jawaban yang telah diberikan
    • Penjelasan argumentatif mengapa jawaban tersebut dianggap tidak memadai
    • Bukti tambahan atau interpretasi ulang terhadap dokumen tender (RFP, KAK, spesifikasi teknis)

Pengajuan dilakukan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) jika sudah mendukung, atau melalui email resmi dan surat fisik yang dicatat tanggal penerimaannya.

5.2. Penelaahan oleh Otoritas Lebih Tinggi

Setelah menerima sanggahan banding, PPK atau Kepala Satker wajib menindaklanjuti dengan proses penelaahan formal. Tahapan yang dilalui meliputi:

  • Review Internal: PPK membentuk tim ad hoc atau menggunakan unit hukum dan teknis yang telah ada untuk melakukan telaah mendalam terhadap isi sanggahan banding. Dokumen yang direview termasuk:
    • Surat sanggahan banding
    • Hasil evaluasi awal
    • Tanggapan sanggahan pertama
    • Referensi dokumen pemilihan dan notulen rapat panitia
  • Rapat Banding Resmi: PPK dapat menyelenggarakan rapat khusus yang menghadirkan:
    • Perwakilan peserta yang mengajukan banding
    • Tim Pokja yang sebelumnya melakukan evaluasi
    • Perwakilan hukum dan teknis organisasi
    • Pihak ketiga (jika diperlukan), misalnya ahli teknis independen

Rapat ini bertujuan untuk mengklarifikasi, mencocokkan bukti, serta membahas ulang pokok keberatan secara terbuka namun tetap tertib.

5.3. Penerbitan Keputusan Banding

Setelah proses verifikasi dan diskusi selesai, PPK menyusun keputusan resmi dalam bentuk:

  • Berita Acara Banding yang menyatakan apakah:
    • Banding diterima seluruhnya (misalnya, terjadi kesalahan evaluasi yang signifikan)
    • Banding diterima sebagian
    • Banding ditolak
  • Waktu Penerbitan: Keputusan ini harus dikeluarkan dalam waktu ≤ 7–10 hari kerja setelah dokumen sanggahan banding diterima secara lengkap.
  • Media Publikasi:
    • Diumumkan di portal SPSE
    • Dikirim via email resmi ke peserta yang mengajukan banding
    • Ditempel di papan pengumuman proyek (bila diperlukan)

Keputusan ini bersifat final dalam lingkup internal pengadaan. Apabila peserta tetap tidak puas, jalur berikutnya adalah gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

6. Perbedaan Kunci antara Sanggahan dan Sanggahan Banding

Tabel berikut menjelaskan perbedaan utama antara kedua mekanisme:

AspekSanggahanSanggahan Banding
Tahap ProsesSetelah evaluasi awal, sebelum penetapan pemenangSetelah jawaban sanggahan pertama diterbitkan
Batas Waktu2×24 jam sejak pengumuman evaluasi5–7 hari kerja sejak diterima jawaban sanggahan
Pihak PenelaahPokja PengadaanPejabat Pembuat Komitmen (PPK) / Kepala Satker
Skala EvaluasiKoreksi pada level prosedural dan teknis di panitiaEvaluasi ulang substansi di level lebih tinggi
Konsekuensi HasilRevisi evaluasi atau perbaikan administratifKeputusan final internal, berpengaruh pada kelanjutan kontrak
Langkah SelanjutnyaJika tidak puas → sanggahan bandingJika tidak puas → gugatan PTUN

Pengetahuan atas perbedaan ini membantu peserta dan panitia memahami hak serta ruang lingkup kewenangan masing-masing dalam setiap tahapan.

7. Manfaat dan Risiko Setiap Mekanisme

7.1. Manfaat

MekanismeManfaat Utama
Sanggahan– Deteksi dini atas kesalahan evaluasi
– Menyediakan ruang transparansi bagi peserta
– Meningkatkan kualitas administrasi lelang
Sanggahan Banding– Proses eskalasi yang objektif oleh otoritas lebih tinggi
– Memastikan keputusan sanggahan pertama dapat ditinjau ulang secara adil
– Menjadi solusi akhir sebelum perkara masuk jalur hukum formal

Kedua mekanisme ini pada dasarnya menjadi bagian dari sistem kontrol yang memastikan bahwa proses pengadaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang, sekaligus menjadi penyeimbang antara panitia dan peserta.

7.2. Risiko

MekanismeRisiko Utama
Sanggahan– Bisa disalahgunakan oleh peserta yang tidak serius hanya untuk mengulur waktu
– Jika dijawab tidak tepat, bisa memicu banding atau sengketa hukum
Sanggahan Banding– Proses lebih panjang dan melelahkan bagi panitia serta PPK
– Risiko reputasi instansi jika pengelolaan banding dinilai tidak adil
– Potensi tekanan dari berbagai pihak karena sifatnya menjelang penetapan pemenang

Oleh karena itu, setiap pihak perlu bijak menggunakan hak dan kewenangan yang diberikan agar tidak menimbulkan distorsi pada prinsip efisiensi dan efektivitas pengadaan.

8. Rekomendasi Praktis

8.1. Bagi Panitia Pengadaan

Agar proses sanggahan dan sanggahan banding berjalan efektif, panitia perlu menjalankan beberapa strategi praktis:

  • Siapkan Panduan Internal: Buat SOP khusus yang menjelaskan bagaimana menjawab sanggahan dan banding, termasuk struktur jawaban, batasan informasi, dan dokumen pendukung yang wajib disertakan.
  • Pelatihan Berkala: Lakukan pelatihan rutin bagi tim Pokja dan PPK mengenai aspek legal, teknis, dan etika dalam menjawab sanggahan agar jawaban tidak bersifat defensif namun tetap faktual dan sahih.
  • Publikasi FAQ: Buat daftar Frequently Asked Questions (FAQ) yang mencakup pertanyaan umum seputar kriteria penilaian, proses evaluasi, dan dasar hukum. Sediakan juga template surat sanggahan dan banding agar peserta tidak bingung dalam menyusun dokumen.
  • Monitoring Waktu: Gunakan fitur pengingat otomatis (reminder) dalam sistem SPSE untuk memastikan tenggat 2×24 jam dan 5–7 hari kerja tidak terlewat, baik oleh peserta maupun panitia.

8.2. Bagi Peserta Tender

Peserta juga perlu melakukan persiapan yang matang agar sanggahan dan banding yang diajukan bernilai substansial dan dapat ditindaklanjuti dengan serius:

  • Pahami Dokumen Pengadaan: Pelajari RFP, KAK, dan dokumen pendukung secara teliti. Perhatikan dengan saksama pasal-pasal yang mengatur mekanisme sanggahan, jadwal, dan syarat formil.
  • Bersikap Proporsional: Ajukan sanggahan hanya jika benar-benar ada ketidaksesuaian yang signifikan, bukan karena asumsi atau rasa tidak puas semata.
  • Sertakan Bukti Nyata: Jangan hanya menyampaikan opini. Sertakan dokumen pembanding, kutipan aturan, notulen rapat klarifikasi, atau data elektronik lainnya sebagai penguat argumen.
  • Rencanakan BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement): Bila sanggahan dan banding ditolak, peserta harus siap melanjutkan ke PTUN atau memilih strategi bisnis lain. Jangan menggantungkan seluruh upaya pada satu tender saja.

9. Kesimpulan: Memahami Batas, Wewenang, dan Strategi

Mekanisme sanggahan dan sanggahan banding bukan hanya formalitas administratif dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, melainkan merupakan alat penting untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kompetisi. Perbedaan antara keduanya terletak pada tahapan, kedalaman evaluasi, serta level kewenangan yang menanganinya.

Sanggahan adalah jalur pertama yang memungkinkan peserta menyampaikan keberatan terhadap hasil evaluasi yang dianggap tidak sesuai fakta atau prosedur. Jika tanggapannya dinilai tidak memuaskan, peserta dapat mengajukan sanggahan banding—tahapan lanjutan yang membawa masalah ke tingkat otoritas yang lebih tinggi untuk mendapatkan evaluasi ulang secara objektif.

Pemahaman terhadap batas waktu, format, isi, dan tujuan dari masing-masing mekanisme sangat penting, baik bagi peserta maupun panitia. Jika dijalankan dengan benar, sanggahan dan banding dapat menjadi alat konstruktif untuk memperbaiki proses, bukan sebagai alat konflik. Sebaliknya, jika diabaikan atau dijalankan tanpa profesionalisme, keduanya justru bisa memicu sengketa hukum berkepanjangan dan merusak reputasi instansi.

Oleh karena itu:

  • Bagi panitia, penting untuk bersikap terbuka terhadap kritik namun tetap menjaga kerahasiaan informasi peserta lain. Jawaban harus didasarkan pada dokumen, data, dan aturan yang jelas.
  • Bagi peserta, perlu dipahami bahwa hak untuk mengajukan sanggahan dan banding adalah hak legal, tetapi harus digunakan dengan tanggung jawab. Sanggahan yang asal-asalan justru bisa melemahkan posisi tawar mereka sendiri.

Akhirnya, sanggahan dan sanggahan banding merupakan dua sisi dari sistem pengendalian internal yang saling melengkapi. Ketika digunakan dengan bijak dan profesional, keduanya akan memperkuat integritas sistem pengadaan nasional, menciptakan kompetisi yang sehat, dan memberi manfaat jangka panjang bagi semua pihak—baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat sebagai penerima manfaat akhir dari proses pengadaan tersebut.