Menyusun dokumen spesifikasi teknis yang jelas dan komprehensif merupakan salah satu kunci keberhasilan proses pengadaan barang atau jasa. Namun, dalam konteks pengadaan yang adil dan kompetitif, sangat penting agar spesifikasi tersebut disusun tanpa secara eksplisit menyebut merek tertentu. Penetapan merek dalam dokumen pengadaan seringkali dianggap membatasi persaingan, memunculkan risiko konflik kepentingan, dan berpotensi melanggar prinsip transparansi serta efisiensi anggaran. Artikel ini akan membahas secara mendalam langkah-langkah sistematis dan prinsip-prinsip utama yang harus diikuti agar dokumen spesifikasi berorientasi pada fungsi dan kinerja, bukan pada nama pabrikan.
1. Memahami Dasar Hukum dan Prinsip Pengadaan yang Adil
Sebelum seseorang mulai menyusun dokumen spesifikasi teknis dalam suatu proses pengadaan barang atau jasa, hal yang paling fundamental yang harus benar-benar dipahami secara menyeluruh adalah kerangka hukum dan prinsip dasar yang menjadi landasan penyelenggaraan pengadaan tersebut. Dalam konteks pengadaan sektor publik di Indonesia, kerangka hukum utama yang menjadi acuan adalah Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang kemudian diperbaharui melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. Salah satu poin penting dalam regulasi ini menegaskan bahwa penyusunan spesifikasi teknis harus didasarkan pada prinsip fungsionalitas, kinerja, serta standar yang berlaku secara nasional atau internasional, dan sangat tidak dianjurkan mencantumkan nama merek secara langsung dalam dokumen pengadaan. Pengecualian hanya diperbolehkan jika terdapat justifikasi teknis yang sahih dan terdokumentasi secara tertulis, seperti dalam kondisi barang hanya diproduksi oleh satu pabrikan karena memiliki hak paten eksklusif atau jika barang tersebut adalah suku cadang yang hanya kompatibel dengan sistem tertentu.
Lebih dari itu, prinsip-prinsip pengadaan yang adil—yaitu transparansi, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, dan persaingan sehat—harus menjadi roh dari setiap aktivitas penyusunan spesifikasi teknis. Dalam lingkungan sektor swasta sekalipun, konsep best practice dalam pengadaan juga menganjurkan pendekatan yang sama. Organisasi yang baik selalu mengutamakan pengadaan yang terbuka dan kompetitif untuk memastikan bahwa setiap pembelanjaan dana memberikan nilai terbaik (value for money), tanpa ada keberpihakan kepada penyedia atau vendor tertentu. Oleh karena itu, memahami prinsip dasar ini bukan hanya sekadar soal kepatuhan hukum, tetapi juga bagian dari membangun sistem pengadaan yang profesional, berintegritas, dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Fokus pada Fungsi, Kinerja, dan Spesifikasi Teknis
Langkah paling esensial dalam menyusun spesifikasi teknis yang tidak berpihak kepada merek tertentu adalah dengan beralih sepenuhnya dari orientasi nama dagang menjadi orientasi fungsionalitas dan performa yang objektif. Ini artinya, panitia pengadaan atau penyusun dokumen harus benar-benar memahami secara teknis fungsi utama dari barang atau jasa yang akan dibeli. Alih-alih menuliskan “Mesin fotokopi merek X,” akan jauh lebih netral dan tepat apabila dituliskan dalam format seperti “Mesin multifungsi untuk pencetakan, pemindaian, dan fotokopi dengan kecepatan minimal 25 lembar per menit, resolusi cetak minimal 600 dpi, serta mendukung format kertas hingga A3.” Formulasi seperti ini tidak hanya membuka ruang kompetisi yang sehat, namun juga memberi fokus pada apa yang benar-benar dibutuhkan oleh pengguna akhir (end user).
Lebih jauh lagi, spesifikasi teknis harus mencakup dua jenis atribut utama, yaitu spesifikasi fungsional dan non-fungsional. Spesifikasi fungsional berkaitan dengan kinerja utama produk, misalnya kapasitas, kecepatan, efisiensi energi, atau daya tahan. Sedangkan spesifikasi non-fungsional dapat berupa faktor-faktor pendukung seperti kisaran suhu operasi, tingkat kebisingan, toleransi terhadap kelembapan, atau kepatuhan terhadap standar keamanan. Penyebutan standar-standar yang berlaku seperti SNI, ISO, IEC, atau UL sangat penting untuk menghindari keraguan interpretasi teknis. Dengan demikian, seluruh penyedia yang produknya mampu memenuhi syarat tersebut, tanpa memandang merek, dapat ikut serta secara adil dan transparan.
3. Menetapkan Standar Mutu dan Sertifikasi
Mutu atau kualitas dari barang dan jasa merupakan faktor krusial yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan pengadaan. Oleh karena itu, sangat disarankan agar dalam menyusun spesifikasi teknis, panitia mencantumkan secara rinci standar mutu dan sertifikasi yang wajib dipenuhi oleh penyedia. Misalnya, untuk produk industri, harus disebutkan bahwa pabrikan harus memiliki sertifikasi ISO 9001 sebagai indikator penerapan sistem manajemen mutu yang terstandarisasi. Jika berkaitan dengan aspek lingkungan, keberadaan ISO 14001 sebagai sistem manajemen lingkungan juga sangat relevan. Untuk barang-barang yang akan digunakan di Indonesia, keberadaan label Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi bukti bahwa produk tersebut telah memenuhi ketentuan mutu yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.
Tak hanya sertifikasi institusional, panitia juga perlu mengatur tentang sertifikasi produk spesifik serta mekanisme verifikasi yang dapat diterima. Sebagai contoh, untuk barang-barang kelistrikan, penyebutan standar CE (untuk pasar Eropa) atau IEC dapat digunakan sebagai referensi objektif. Tidak cukup hanya menyebutkan nama standar, spesifikasi teknis juga harus memuat metode pengujian dan keharusan bahwa uji tersebut dilakukan di laboratorium yang telah terakreditasi oleh badan pengakuan nasional seperti KAN. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua hasil uji dapat dipercaya, sah, dan tidak dimanipulasi. Dengan menetapkan ketentuan sertifikasi dan mutu seperti ini, evaluasi penawaran menjadi jauh lebih adil dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan hukum, tanpa perlu bergantung pada identitas merek tertentu.
4. Menyusun Tabel Spesifikasi: Parameter, Nilai Minimum, dan Toleransi
Agar dokumen spesifikasi teknis benar-benar efektif dan mudah dipahami oleh penyedia, maka sebaiknya disusun dalam format yang sistematis dan terstruktur, salah satunya adalah dengan menggunakan tabel spesifikasi. Penyusunan dalam bentuk tabel memberikan banyak keunggulan: informasi menjadi lebih ringkas, penyedia dapat dengan cepat memahami persyaratan, dan kemungkinan adanya multi-tafsir dalam interpretasi spesifikasi dapat diminimalkan. Setiap tabel setidaknya harus mencakup beberapa kolom penting, yaitu Parameter (menjelaskan elemen yang akan diukur atau dipenuhi), Nilai Spesifikasi Minimum (angka atau kualitas minimum yang diperbolehkan), Batas Toleransi (jika diperlukan variasi teknis yang diperbolehkan), Metode Pengujian (standar uji yang digunakan), serta Kolom Catatan yang dapat digunakan untuk keterangan tambahan.
Sebagai contoh, untuk pengadaan komputer desktop, salah satu parameter bisa berupa “Kapasitas RAM”, spesifikasi minimum “8 GB DDR4”, toleransi “± 10%”, metode uji “benchmark sistem memori menggunakan alat XYZ”, dan catatan “harus dapat di-upgrade hingga 16 GB.” Dengan pendekatan ini, panitia dapat membandingkan berbagai penawaran secara sejajar dan objektif tanpa harus mempertimbangkan apakah produk berasal dari merek A, B, atau C. Penyusunan tabel spesifikasi juga membantu proses evaluasi teknis di kemudian hari menjadi lebih cepat dan sistematis, serta menjadi acuan audit jika terjadi sengketa atau perbedaan interpretasi.
5. Menyertakan Syarat Dokumentasi dan Dukungan Teknis
Pengadaan barang dan jasa tidak hanya berhenti pada saat barang dikirim atau jasa selesai diberikan. Keberhasilan pengadaan juga ditentukan oleh seberapa baik pengguna akhir dapat mengoperasikan, memelihara, dan memperoleh dukungan pasca pengadaan. Oleh sebab itu, bagian spesifikasi teknis sebaiknya juga menyertakan syarat dokumentasi dan dukungan teknis secara komprehensif. Salah satu syarat yang umum dan wajib dicantumkan adalah keharusan bagi penyedia untuk menyerahkan dokumen teknis resmi, seperti Technical Data Sheet (TDS), Safety Data Sheet (SDS) terutama untuk produk kimia, serta manual penggunaan dan perawatan.
Dokumen-dokumen ini penting untuk memastikan bahwa barang atau jasa dapat dimanfaatkan secara optimal, aman, dan sesuai dengan yang dijanjikan. Selain itu, panitia juga harus mencantumkan ketentuan mengenai layanan purna jual, misalnya pemberian garansi minimal 2 tahun untuk produk fisik, serta kecepatan respon layanan apabila terjadi kerusakan. Jika barang memerlukan pelatihan khusus bagi pengguna, maka spesifikasi harus menjabarkan dengan rinci mengenai durasi pelatihan, jumlah peserta, materi pelatihan, serta kualifikasi instruktur. Semua ketentuan ini memperkuat nilai tambah dari pengadaan, memastikan produk digunakan secara berkelanjutan, dan memberikan jaminan kualitas layanan, tanpa harus merujuk kepada nama produsen atau merek tertentu. baik, mengurangi risiko downtime dan biaya tak terduga, tanpa menyebut merek penyedia.
6. Menyusun Klausa Substitusi Setara (Or Equivalent)
Dalam rangka meningkatkan fleksibilitas pengadaan dan memperluas ruang partisipasi penyedia, penting bagi panitia untuk mencantumkan klausul “atau setara” setelah setiap uraian teknis produk yang bersifat umum atau telah dikenal luas di pasar. Penggunaan istilah ini bukan berarti membuka ruang interpretasi bebas, melainkan harus disertai pengertian teknis yang tegas dan terukur. Misalnya, dalam spesifikasi disebutkan: “Komputer dengan prosesor minimal 4 inti, kecepatan dasar 2.5 GHz, RAM 16 GB DDR4, SSD 512 GB, atau setara.” Dalam hal ini, kata “setara” mengacu pada perangkat yang memiliki kemampuan teknis yang sama atau lebih baik berdasarkan parameter performa yang diuraikan. Untuk memastikan kesetaraan tersebut, panitia dapat mensyaratkan penyedia melampirkan Technical Data Sheet dan hasil uji laboratorium sebagai bukti obyektif.
Apabila diperlukan, panitia dapat melakukan uji sampel (sample testing) terhadap produk yang ditawarkan untuk memastikan bahwa performa aktualnya tidak berada di bawah batas minimum. Klausa “setara” ini penting untuk memastikan bahwa tidak terjadi penguncian pada satu produk tunggal, namun pada saat yang sama, tetap menjaga standar kualitas dan fungsi barang agar sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dengan pendekatan ini, persaingan dalam pengadaan tetap terbuka namun tetap terjaga kualitasnya.
7. Menghindari “Copy-Paste” Spesifikasi Pabrikan
Salah satu kesalahan umum yang sangat perlu dihindari oleh panitia pengadaan adalah kebiasaan menyalin spesifikasi teknis secara mentah dari katalog produk satu pabrikan tertentu. Praktik seperti ini secara langsung berisiko menciptakan spesifikasi yang mengarah pada satu merek, bahkan tanpa perlu menyebutkan nama mereknya. Selain bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi dalam pengadaan, hal ini juga berpotensi mempersempit ruang kompetisi serta menghambat partisipasi penyedia lain yang secara teknis mampu memenuhi kebutuhan namun tidak sesuai format katalog tersebut.
Solusi terbaik adalah dengan melakukan analisis dan ekstraksi dari spesifikasi teknis tersebut—mengambil esensi kinerjanya—kemudian merumuskannya kembali dalam bahasa teknis yang netral dan berbasis pada indikator kuantitatif. Misalnya, jika katalog menyebutkan “fitur hemat daya dengan teknologi EcoBoost,” maka dalam dokumen spesifikasi cukup dituliskan “konsumsi energi maksimal 80 watt dalam mode operasi penuh.” Demikian pula dengan satuan teknis, disarankan untuk menggunakan satuan internasional seperti SI (Système International), misalnya watt (W), kelvin (K), atau meter (m) agar spesifikasi lebih universal dan mudah dimengerti.
8. Melibatkan Tim Teknis Independen untuk Verifikasi Spesifikasi
Agar dokumen spesifikasi benar-benar bersifat netral dan bebas dari konflik kepentingan, sebaiknya panitia pengadaan melibatkan tim teknis independen yang memiliki kompetensi di bidang terkait. Tim ini dapat berasal dari unit teknis internal organisasi, konsultan profesional, atau lembaga sertifikasi yang memiliki kredensial resmi. Tugas utama dari tim ini adalah melakukan validasi terhadap parameter-parameter teknis yang dirumuskan dalam dokumen spesifikasi, mengevaluasi apakah semua kriteria tersebut relevan, terukur, dan dapat dipenuhi oleh berbagai penyedia di pasar.
Lebih jauh lagi, tim teknis juga dapat memberikan rekomendasi untuk memperbaiki atau menyesuaikan spesifikasi agar selaras dengan perkembangan teknologi terkini, tren efisiensi energi, atau kebijakan lingkungan hidup. Misalnya, menambahkan syarat penggunaan bahan ramah lingkungan, atau mengurangi komponen dengan emisi tinggi (low VOC). Pelibatan tim teknis ini tidak hanya memperkuat validitas spesifikasi, tetapi juga meningkatkan akuntabilitas panitia pengadaan karena semua keputusan dapat dilandaskan pada analisis profesional yang terdokumentasi.
9. Menyusun Metode Evaluasi Teknis Terbuka dan Terukur
Dokumen spesifikasi teknis akan tidak lengkap jika tidak disertai dengan metode evaluasi yang jelas dan dapat diukur. Oleh karena itu, panitia harus menetapkan sistem penilaian yang berbasis pada kriteria teknis yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi dapat dilakukan melalui desk evaluation terhadap dokumen teknis yang disampaikan penyedia, pengujian langsung terhadap sampel, hingga observasi di lokasi (site visit atau trial).
Setiap metode evaluasi harus dijelaskan secara rinci, mulai dari parameter yang diuji, metode uji, ambang batas kelulusan, hingga personel penilai dan bentuk dokumentasi hasil evaluasi. Contohnya, untuk pengadaan alat ukur laboratorium, bisa ditetapkan bahwa penyedia dengan hasil uji akurasi alat ±1% dari standar akan mendapatkan skor maksimal, sedangkan penyimpangan di atas itu akan memperoleh pengurangan nilai. Sistem penilaian ini harus disusun secara transparan, terdokumentasi, dan dapat diaudit, sehingga hasil akhir pemilihan penyedia dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan etis.
10. Kesimpulan dan Best Practice
Menyusun spesifikasi teknis tanpa menyebutkan merek bukanlah hal yang mudah, namun juga bukan sesuatu yang mustahil. Dibutuhkan ketelitian, pengetahuan teknis yang memadai, dan komitmen kuat terhadap prinsip-prinsip pengadaan yang adil dan profesional. Dengan mengedepankan pendekatan berbasis fungsi dan kinerja, memperhatikan standar mutu serta menghindari bias merek, panitia dapat menghasilkan dokumen spesifikasi yang obyektif, kompetitif, dan sahih secara hukum.
Sebagai best practice, organisasi disarankan untuk secara berkala melakukan pembaruan terhadap template spesifikasi mereka berdasarkan pengalaman proyek terdahulu, perkembangan teknologi terbaru, serta umpan balik dari tim pengguna maupun penyedia. Selain itu, menyediakan pelatihan bagi personel pengadaan terkait penyusunan spesifikasi dan evaluasi teknis juga akan sangat membantu dalam menjaga mutu dokumen dan hasil pengadaan. Dengan praktik yang baik dan proses yang terbuka, pengadaan tidak hanya menjadi alat pengeluaran anggaran, tetapi juga sarana pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan berkelanjutan.