Pendahuluan
Menyusun kontrak pengadaan yang aman bukan sekadar rutinitas administratif — ia adalah fondasi untuk memastikan proyek berjalan lancar, anggaran digunakan efektif, dan risiko diminimalkan. Kontrak yang dirancang dengan baik melindungi kepentingan pihak pembeli dan penyedia, mengatur hak dan kewajiban secara jelas, serta menyediakan mekanisme penanganan bila sesuatu berjalan tidak sesuai rencana. Dalam konteks pemerintahan dan organisasi besar, kontrak pengadaan yang lemah sering menjadi pintu masuk masalah: keterlambatan, kualitas tidak sesuai spesifikasi, klaim biaya tambahan, hingga konflik hukum dan potensi kerugian negara.
Panduan ini disusun sebagai referensi praktis bagi pejabat pengadaan, PPK, konsultan, manajer proyek, hingga tim legal yang terlibat dalam penyusunan dan pengelolaan kontrak pengadaan. Tujuannya memberikan kerangka berpikir, elemen-elemen penting, contoh klausul inti, serta langkah pengelolaan yang sistematis sehingga kontrak tidak hanya legal formal tetapi juga “aman” — artinya: mengurangi risiko operasional, finansial, dan hukum). Di dalamnya Anda akan menemukan prinsip dasar kontrak aman, cara merumuskan lingkup dan spesifikasi yang tidak ambiguous, mekanisme price & payment yang melindungi cashflow, pengaturan jaminan dan penalti, alokasi risiko yang adil, hingga pola penyelesaian sengketa yang efektif.
Artikel ini juga membahas aspek yang makin relevan di era digital: kontrak elektronik, tanda tangan digital, dan penyimpanan bukti elektronik. Selain teori, panduan ini menawarkan checklist praktis dan template klausul yang dapat Anda adaptasi sesuai regulasi dan kebutuhan organisasi. Meski panjang dan komprehensif, fokus utama tetap praktikal: agar setiap kontrak pengadaan yang Anda susun lebih tahan terhadap gangguan, siap diaudit, dan mampu mendukung delivery hasil pengadaan yang berkualitas serta bertanggung jawab. Bacalah setiap bagian dengan konteks proyek Anda dan adaptasikan klausul secara hati-hati bersama tim legal sebelum finalisasi.
Prinsip Dasar Kontrak Pengadaan yang Aman
Kontrak pengadaan yang aman dibangun di atas prinsip-prinsip dasar yang memastikan hubungan kontraktual bisa dioperasikan, dipantau, dan ditegakkan.
- Kejelasan (clarity). Kontrak harus menggunakan bahasa yang lugas, menghindari istilah kabur, dan mendefinisikan terminologi teknis. Ketidakjelasan memberi ruang bagi interpretasi yang berbeda, dan pada akhirnya berpotensi menjadi sumber perselisihan. Oleh karena itu, definisikan istilah kunci seperti “penyelesaian”, “serah terima”, “kualitas sesuai spesifikasi”, “force majeure”, dan “hari kerja” sejak awal.
- Keseimbangan risiko (risk allocation). Kontrak aman bukan yang menekan salah satu pihak secara sepihak tetapi yang menempatkan risiko pada pihak yang paling mampu mengendalikan atau mengelolanya. Misalnya, risiko pasokan bahan mentah lebih masuk akal dialokasikan pada penyedia jika mereka bertanggung jawab atas sourcing; risiko perubahan peraturan pemerintah terkadang harus ditangani melalui klausul penyesuaian harga atau renegosiasi. Alokasi yang adil meminimalkan konflik dan memudahkan penyelesaian saat terjadi kejadian tak terduga.
- Kesinambungan dan enforceability. Kontrak harus memenuhi syarat legal agar dapat ditegakkan di pengadilan atau arbitrase. Ini termasuk aspek formal seperti identitas pihak, kemampuan bertindak (legal capacity), serta pemenuhan persyaratan administrasi lokal (izin, NPWP, NIB). Selain itu, sertakan cara pelaksanaan sanksi dan remedi yang jelas sehingga peringatan tidak hanya retorika. Performance bond, retensi, dan penalti adalah mekanisme enforceable yang umum digunakan.
- Transparansi dan akuntabilitas. Aturan mengenai reporting, bukti penerimaan, dokumen yang harus disimpan, serta audit rights harus dirumuskan. Transparansi memudahkan audit eksternal dan internal serta mengurangi ruang bagi praktik tidak sehat.
- Fleksibilitas yang terkendali—kontrak aman memungkinkan perubahan yang terukur (change order) dengan prosedur formal, bukan improvisasi lisan yang mengurangi akuntabilitas.
Akhirnya, prinsip pengelolaan (contract management) diperlukan: kontrak aman dirancang untuk dikelola — ada pemilik kontrak (contract owner), mekanisme monitoring KPI, forum rapat koordinasi rutin, serta prosedur eskalasi. Tanpa manajemen aktif, kontrak sempurna sekalipun akan gagal diimplementasikan. Prinsip-prinsip ini harus menjadi panduan dasar pada setiap tahap penyusunan kontrak: dari perencanaan, drafting, review legal, sampai penandatanganan dan pelaksanaan.
Elemen Utama Kontrak Pengadaan
Kontrak pengadaan yang aman mengandung sejumlah elemen inti yang wajib ada dan dirumuskan secara operasional.
- Identitas pihak: nama lengkap entitas, alamat resmi, nama pejabat yang berwenang, nomor registrasi perusahaan, NPWP/NIB, dan kontak resmi. Kejelasan identitas meminimalkan masalah otoritas penandatanganan dan mempermudah pemberitahuan resmi (notice).
- Lingkup pekerjaan (scope of work/statement of work) yang terperinci. Ini mencakup uraian jasa atau barang, spesifikasi teknis, deliverables, milestone, serta kegiatan yang termasuk dan dikecualikan. Lingkup harus cukup spesifik agar tidak menimbulkan interpretasi ganda. Gunakan lampiran teknis (technical specification, BOQ, Gambar kerja) agar detail teknis tidak bercampur dengan klausul hukum.
- Harga dan mekanisme pembayaran. Cantumkan jumlah kontrak (fixed price atau cost-plus), mata uang, pajak yang menjadi tanggungan pihak mana, skema pembayaran (advance, progress payment, milestone based, retention), dokumen pendukung untuk klaim pembayaran, serta ketentuan denda atas keterlambatan pembayaran. Pastikan juga klausul penyesuaian harga jika ada risiko fluktuasi biaya material atau kurs asing.
- Jangka waktu dan jadwal yang realistis. Sertakan tanggal efektif, durasi pekerjaan, jadwal milestone, dan ketentuan perpanjangan waktu (extension of time) beserta prosedur pengajuan dan verifikasinya. Rinci konsekuensi keterlambatan di pihak penyedia: penalti per hari, potongan pembayaran, atau pembatalan.
- Jaminan/garansi (warranty) dan jaminan kinerja (performance bond). Atur durasi garansi, cakupan (mis. perbaikan, penggantian), serta mekanisme klaim. Untuk kontrak besar, mintalah performance bond dari bank atau asuransi untuk mengamankan pemenuhan kontrak.
- Klausul force majeure untuk mengatur kejadian di luar kontrol yang membebaskan atau menunda kewajiban sementara, dengan prosedur pemberitahuan dan dokumentasi.
- Hak audit dan record keeping: pembeli berhak melakukan audit, inspeksi lapangan, dan meminta dokumen pendukung agar adanya akuntabilitas.
- Kepatuhan hukum, etika, dan anti-fraud: deklarasi kepatuhan pada peraturan, larangan suap/gratifikasi, dan hak pemutusan kontrak bila terjadi pelanggaran etika.
- Penyelesaian sengketa: forum hukum, arbitrase, mediasi, atau pengadilan; tetapkan hukum yang berlaku dan lokasi tempat arbitrase.
- Ketentuan kerahasiaan, IP, serta perlindungan data jika pengadaan menyangkut informasi sensitif atau teknologi.
Setiap elemen ini harus diikuti lampiran operasional—term of reference, BOQ, jadwal, template berita acara, form penyerahan—yang memudahkan implementasi serta menjadi dasar audit dan pembayaran.
Merumuskan Spesifikasi dan Lingkup Pekerjaan yang Tidak Ambigu
Spesifikasi teknis dan lingkup pekerjaan yang jelas adalah titik kritis agar kontrak dapat dieksekusi tanpa sengketa interpretasi. Ketidakjelasan sering menyebabkan scope creep dan klaim perubahan yang berbiaya tinggi. Untuk itu, mulailah dengan statement of work (SoW) yang sistematis: tujuan proyek, deliverables yang diharapkan, kriteria penerimaan (acceptance criteria), serta batasan pekerjaan. Cantumkan apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk (exclusions) untuk menutup celah interpretasi.
Gunakan lampiran teknis terperinci: gambar kerja, spesifikasi material dengan standar (mis. SNI, ISO), bill of quantities (BOQ) untuk konstruksi, atau user stories & acceptance tests untuk solusi IT. Untuk barang, sebutkan kualitas, ukuran, toleransi, sertifikasi, masa kadaluarsa, dan packaging. Untuk jasa, deskripsikan metode kerja, deliverables per fase, dan standar output. Jangan lupa menyertakan contoh format laporan, template serah terima, dan prosedur pengujian (factory acceptance test, site acceptance test).
Kriteria penerimaan harus kuantitatif bila memungkinkan: misalnya toleransi maksimal ±5% pada ukuran, tingkat kinerja 99% uptime untuk sistem IT, atau waktu respon maksimal 2 jam untuk layanan support. Tetapkan mekanisme pengujian: siapa melakukan testing, kapan, parameter yang diuji, dan timeline perbaikan bila tidak memenuhi kriteria. Sertakan juga prosedur sign-off—yang berhak menandatangani berita acara serah terima dan dokumen yang diperlukan untuk pembayaran akhir.
Untuk menghindari ketidaksesuaian interpretasi, gunakan contoh skenario. Misalnya, jika ada pekerjaan tambahan yang muncul di lapangan setelah kontrak (change order), jelaskan prosedur formal pengajuan, evaluasi biaya dan waktu, serta otorisasi sebelum pekerjaan dimulai. Dengan demikian, improvisasi di lapangan tidak menjadi pembenaran untuk klaim tambahan.
Terakhir, libatkan tim teknis dan calon pengguna akhir pada tahap drafting spesifikasi. Kolaborasi ini mengurangi risiko spesifikasi yang tidak praktis dan memudahkan verifikasi selama implementasi.
Harga, Pembayaran, dan Mekanisme Jaminan Keuangan
Mekanisme harga dan pembayaran adalah aspek yang paling sensitif dalam kontrak pengadaan. Pilihlah struktur harga yang sesuai karakter pekerjaan: fixed price cocok bila ruang lingkup jelas dan risiko perubahan minimal; unit price cocok untuk pekerjaan volume variabel; cost-plus lebih cocok untuk pekerjaan riset atau situasi tak terduga tetapi memerlukan kontrol biaya yang ketat. Dalam proyek publik, fixed price sering dipilih untuk menghindari eskalasi biaya, namun pastikan bahwa spesifikasi memang cukup robust agar fair bagi penyedia.
Rincikan mekanisme pembayaran: apakah ada advance payment (uang muka), progress payments berdasarkan milestone, atau payment on delivery? Uang muka membantu cashflow penyedia, tetapi harus diimbangi jaminan (advance payment guarantee). Pembayaran berdasarkan milestone harus disertai dokumen bukti (BA pengukuran, sertifikat pemeriksa, invoice resmi), dan proses verifikasi internal harus memiliki SLA sehingga pembayaran tidak tersendat berbulan-bulan. Untuk melindungi pembeli, gunakan retention atau holdback (mis. 5-10% dari nilai kontrak) yang dibayarkan setelah serah terima akhir dan masa garansi berakhir.
Jaminan keuangan termasuk performance bond, advance payment guarantee, dan warranty bond. Performance bond (biasanya 5–10% dari nilai kontrak) melindungi pembeli bila penyedia gagal memenuhi kewajiban. Advance payment guarantee menjamin pengembalian uang muka jika penyedia wanprestasi. Pastikan bank guarantor atau polis asuransi pemberi jaminan berlisensi dan dipercaya.
Ketentuan penalti (liquidated damages) untuk keterlambatan dan ketentuan kompensasi untuk penundaan yang disebabkan pembeli perlu diatur. Liquidated damages harus proporsional, dapat diterapkan otomatis dan dihitung jelas (mis. 0,1%–0,5% per hari keterlambatan sampai maksimal tertentu). Hindari penalti yang hukuman berlebihan karena bisa dianggap unenforceable.
Perhatikan aspek pajak: tandaskan siapa menanggung PPN, PPh, atau pajak lain dan mintalah penyedia menyertakan bukti pemenuhan kewajiban pajak. Juga atur mata uang pembayaran dalam kontrak lintas-negara dan klausul escalation untuk menutup perubahan signifikan kurs jika relevan.
Jaminan Mutu, Garansi, dan Tanggung Jawab Purna Jual
Jaminan mutu dan garansi adalah bentuk perlindungan kualitas bagi pembeli. Dalam kontrak, tentukan periode garansi, cakupan (bagian yang diganti/perbaiki), serta proses klaim garansi. Untuk barang, misalnya, garansi minimal 12 bulan setelah penerimaan selesai; untuk konstruksi, periode pemeliharaan (defects liability period) bisa 6–24 bulan tergantung kompleksitas. Dalam kontrak IT, garansi sering mencakup bug fixing, patch, dan support levels.
Tuliskan prosedur klaim garansi: mekanisme melaporkan kerusakan, waktu tanggapan penyedia, target penyelesaian, dan biaya yang ditanggung. Sertakan juga ketentuan warranty leakage—apabila penyedia menggunakan sparepart bukan OEM atau memperbaiki tanpa standar, hak garansi bisa batal. Untuk jangka panjang, atur availability of spare parts dan lead time pasokan.
Tanggung jawab purna jual (after-sales service) termasuk training pengguna, dokumentasi teknis, dan servis periodik. Cantumkan Standard Operating Procedures (SOP) untuk layanan purna jual, termasuk SLA: contoh — waktu respon 24 jam, waktu perbaikan 72 jam. Pastikan kontak teknis tersedia dan bila perlu, penyedia harus menyiapkan local representative atau partner service di area proyek.
Penekanan juga pada quality assurance (QA) dan quality control (QC): tentukan metode QA (factory acceptance test, FAT; site acceptance test, SAT), standard quality control yang dipakai, dan pihak yang berwenang certification. Bila perlu, sertakan requirement audit pihak ketiga atau certified testing lab untuk menguji kesesuaian spesifikasi.
Akhirnya, garansi jangan disandarkan hanya pada goodwill; pastikan ada instrumen finansial yang mendukung (warranty bond) sehingga pembeli memiliki akses kompensasi jika penyedia tidak memenuhi kewajiban purna jual.
Alokasi Risiko dan Klausul Force Majeure
Alokasi risiko yang logis meminimalkan konflik saat kejadian tak terduga. Identifikasi risiko utama: keterlambatan supply chain, perubahan regulasi, kecelakaan kerja, force majeure (bencana alam, epidemi, perang), dan tindakan pihak ketiga. Tentukan siapa menanggung setiap risiko berdasarkan kontrol dan kemampuan mitigasi. Misalnya, risiko kecelakaan operasional di area kerja umumnya ditanggung penyedia yang mengelola tenaga kerja; risiko perubahan tarif impor mungkin dialihkan ke pembeli atau diatur melalui mekanisme price adjustment.
Klausul force majeure perlu jelas: definisikan peristiwa yang dapat dianggap force majeure, prosedur pemberitahuan (notice), durasi maksimum penangguhan kewajiban, dan hak kedua pihak setelah periode tertentu (renegosiasi harga, pembatalan kontrak). Hindari definisi yang terlalu sempit atau ambigu; cantumkan contoh konkret sekaligus tata cara pembuktian (surat resmi, laporan otoritas).
Untuk risiko fluktuasi harga bahan baku atau valuta, gunakan klausul price adjustment yang dinyatakan jelas formula-nya (mis. indeks bahan baku atau kurs). Untuk risiko performa subkontraktor, kontrak utama harus mengatur tanggung jawab principal supplier terhadap pekerjaan subkontraktor dan hak pembeli untuk menilai subkontraktor yang diusulkan.
Dalam hal asuransi, tetapkan jenis asuransi yang harus dimiliki penyedia: all risks insurance untuk konstruksi, professional indemnity untuk jasa konsultansi, third party liability untuk potensi kerusakan pihak ketiga. Pastikan penerima manfaat dan besaran polis sesuai nilai dan risiko proyek.
Kunci utama adalah menilai risiko secara sistematis, mendokumentasikan alokasi risiko dalam klausul, dan menyertakan prosedur mitigasi serta eskalasi bila risiko terjadi.
Ketentuan Pemutusan Kontrak, Wanprestasi, dan Remediasi
Kontrak harus mengatur kondisi yang membolehkan pemutusan dan prosedur remediasi bila terjadi wanprestasi. Definisikan wanprestasi material versus minor breach. Untuk pelanggaran minor, sediakan mekanisme cure period (mis. 14–30 hari) dimana penyedia diberi kesempatan memperbaiki; untuk wanprestasi material (pengabaian jadwal berulang, penipuan), pembeli berhak pemutusan segera.
Rincikan prosedur pemutusan: pemberitahuan resmi, waktu efektif pemutusan, tanggung jawab penyedia atas pekerjaan yang telah dilakukan (pay for work done), dan penyelesaian finansial (retensi, klaim asuransi). Atur pula hak pemilik untuk menyelesaikan pekerjaan dengan pihak ketiga (terminate for convenience atau terminate for cause) serta mekanisme penghitungan kompensasi atau biaya switching.
Remediasi harus jelas: perbaikan, penggantian, atau kompensasi finansial. Cantumkan also liquidated damages formula untuk keterlambatan dan kondisi lain. Jika performance bond digunakan, jelaskan prosedur pencairannya bila kontrak diputus karena wanprestasi.
Jangan lupa untuk memasukkan ketentuan mengenai penyelesaian aset dan dokumentasi saat pemutusan—mis. dokumen desain, source code, spare parts—agar transfer dan continuity service terjamin. Terakhir, pastikan ada klausul non-waiver: kegagalan suatu pihak menegakkan hak saat kejadian tertentu tidak membatalkan hak mereka pada pelanggaran berikutnya.
Penyelesaian Sengketa: Mediasi, Arbitrase, dan Pengadilan
Mesin penyelesaian sengketa yang efisien mengurangi biaya dan waktu. Kontrak harus menyatakan mekanisme penyelesaian sengketa berjenjang: negosiasi internal → mediasi → arbitrase → litigasi (jika perlu). Negosiasi dan mediasi mendorong penyelesaian cepat tanpa eskalasi biaya. Bila menggunakan arbitrase, tentukan tempat arbitrase, bahasa, dan aturan (mis. UNCITRAL, ICC, atau aturan lokal), serta hukum yang berlaku (governing law).
Kelebihan arbitrase adalah finalitas award dan kemudahan enforcement lintas yurisdiksi; kekurangannya adalah biaya yang relatif tinggi. Untuk kontrak domestik, pilih arbitrase lokal bila diinginkan efisiensi; untuk kontrak internasional, pilih forum netral dan aturan yang disepakati kedua pihak. Cantumkan juga klausul interim relief: hak memperoleh injunctive relief di pengadilan untuk pencegahan kerusakan yang tak dapat diperbaiki.
Penting pula mengatur dispute escalation matrix internal: siapa yang berwenang mengescalate masalah di level manajemen sebelum membawa ke eksternal. Persiapan dokumentasi selama pelaksanaan kontrak (meeting minutes, BA, email resmi) sangat membantu bila akhirnya berujung sengketa.
Terakhir, pastikan klausul penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan pengadaan publik (jika relevan), karena beberapa negeri atau sektor memerlukan proses sengketa administratif sebelum membawa ke arbitrase/pengadilan.
Kontrak Elektronik, Tanda Tangan Digital, dan Bukti Elektronik
Era digital memudahkan pembuatan kontrak elektronik dan penggunaan tanda tangan digital. Kontrak elektronik (e-contract) dapat sah sepanjang memenuhi syarat legal setempat: identifikasi pihak, niat mengikatkan diri, dan integritas bukti elektronik. Pilihlah platform tanda tangan digital yang memenuhi standar keamanan dan regulasi (mis. sertifikat elektronik terakreditasi). Cantumkan klausul elektronik pada kontrak: persetujuan atas penggunaan dokumen elektronik, mekanisme verifikasi tanda tangan, dan penegasan bahwa dokumen elektronik berlaku setara dengan dokumen fisik.
Atur juga retention policy untuk menyimpan dokumen elektronik, logs akses, dan backup. Bukti elektronik harus terjamin integritasnya (hashing, digital signatures) dan ada prosedur chain of custody bila diperlukan untuk audit atau proses hukum. Untuk transaksi yang melibatkan pembayaran, integrasikan prosedur verifikasi identitas (KYC) bila diperlukan.
Meski e-contract mempermudah, waspadai risiko keamanan siber: sertakan klausul tanggung jawab atas breach data, prosedur notifikasi, dan kewajiban pemulihan. Pastikan platform yang digunakan mematuhi aturan perlindungan data pribadi bila kontrak memuat data sensitif.
Checklist Praktis dan Template Klausul Inti
Agar lebih mudah diaplikasikan, berikut checklist ringkas kontrak pengadaan yang aman:
- Identitas pihak dan kapasitas legal — ✔
- Lingkup pekerjaan & lampiran teknis (SoW, BOQ, gambar) — ✔
- Harga, pajak, dan mekanisme pembayaran (advance, milestone, retention) — ✔
- Jadwal & milestone, dan definisi selesai pekerjaan — ✔
- Jaminan kinerja (performance bond) & garansi — ✔
- Metode pengujian & acceptance criteria — ✔
- Penalti keterlambatan & liquidated damages — ✔
- Force majeure & prosedur notifikasi — ✔
- Asuransi yang wajib dimiliki penyedia — ✔
- Audit rights & reporting — ✔
- Confidentiality & data protection — ✔
- IP rights dan ownership deliverables — ✔
- Change order procedure & cost evaluation — ✔
- Termination clauses & calculation of dues — ✔
- Dispute resolution clause (mediasi/arbitrase/pengadilan) — ✔
- Clause for electronic signature & document retention — ✔
Contoh template klausul singkat (adaptasi):
- Klausul Harga & Pembayaran: “Harga kontrak sebesar Rp X (termasuk PPN), dibayar dalam 3 (tiga) tahap: uang muka 20% setelah penandatanganan dan jaminan uang muka, progres 60% berdasarkan milestone, dan retention 20% dibayar 30 hari setelah serah terima dan pengujian akhir. Semua pembayaran dilakukan setelah penerbitan invoice dan BA serah terima yang sah.”
- Klausul Performance Bond: “Penyedia wajib menyerahkan performance bond sebesar 5% dari nilai kontrak dalam bentuk bank guarantee yang berlaku hingga masa garansi berakhir.”
- Klausul Force Majeure: “Kedua pihak dibebaskan dari kewajiban atas keterlambatan/perlaksanaan bila disebabkan force majeure yang tidak dapat diantisipasi. Pihak terdampak wajib memberi pemberitahuan tertulis dalam 7 hari kerja disertai bukti.”
Sesuaikan bahasa, jumlah persentase, dan detail lain menurut peraturan lokal dan hasil negosiasi.
Kesimpulan
Menyusun kontrak pengadaan yang aman membutuhkan kombinasi kejelasan teknis, ketelitian hukum, dan praktik manajemen kontrak yang disiplin. Kontrak yang memadai tidak hanya melindungi kepentingan finansial dan hukum, tetapi juga memastikan proyek memenuhi tujuan operasional dengan kualitas yang diharapkan. Kunci keberhasilan adalah mendesain klausul yang jelas—lingkup, harga, jadwal, jaminan, alokasi risiko—disertai instrumen finansial seperti performance bond dan mekanisme pembayaran yang adil. Selain itu, pengelolaan yang aktif: monitoring, reporting, dan pencatatan operasional, akan mencegah masalah berkembang menjadi sengketa.
Di era digital, adopsi kontrak elektronik dan tanda tangan digital mempercepat proses, tetapi menambah kebutuhan proteksi data dan keamanan siber. Selalu libatkan tim legal, tim teknis, dan pihak-pihak terkait di seluruh proses: dari draft awal hingga sign-off dan pengelolaan pasca-kontrak. Gunakan checklist dan template sebagai starting point, namun lakukan adaptasi sesuai konteks proyek dan regulasi. Dengan pendekatan yang sistematik dan berorientasi pada mitigasi risiko, kontrak pengadaan dapat menjadi instrumen yang aman, akuntabel, dan efektif untuk mewujudkan nilai maksimal dari setiap pengadaan.