Pendahuluan
Dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, tahap sanggahan merupakan salah satu mekanisme perlindungan hukum bagi penyedia untuk mengajukan keberatan atas hasil evaluasi atau pelaksanaan tender. Sanggahan bertujuan menjamin transparansi, akuntabilitas, dan keadilan—baik bagi pejabat pengadaan maupun peserta. Namun, tidak semua pertanyaan atau keberatan dapat dijawab begitu saja; terdapat kerangka aturan, prinsip etika, serta batas-batas informasi yang boleh dan tidak boleh diungkapkan. Artike ini membahas secara mendalam aspek-aspek tersebut, agar pihak-pihak terkait memahami pola respons yang tepat, terhindar dari pelanggaran prosedur, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap proses pengadaan.
1. Definisi dan Ruang Lingkup Sanggahan
1.1. Makna Sanggahan
Dalam konteks pengadaan barang dan jasa pemerintah, sanggahan merupakan salah satu pilar utama mekanisme pengawasan partisipatif yang memungkinkan penyedia atau peserta tender menyampaikan keberatan mereka secara formal terhadap hasil evaluasi atau keputusan yang diambil oleh Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan. Sanggahan dapat diajukan terhadap berbagai hal, mulai dari indikasi diskriminasi dalam penilaian, penolakan dokumen tanpa dasar yang jelas, hingga ketidaksesuaian antara dokumen pemilihan dan praktik evaluasi yang dilakukan.
Secara konseptual, sanggahan tidak boleh dimaknai sebagai bentuk perlawanan emosional atau alat untuk memaksakan kehendak penyedia, melainkan sebagai sarana untuk memperbaiki kekeliruan prosedural atau teknis secara konstruktif. Dengan kata lain, sanggahan adalah bagian dari sistem kontrol internal yang memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyuarakan haknya, dan kepada panitia pengadaan untuk memperbaiki kekurangan proses tanpa harus menunggu intervensi lembaga hukum eksternal.
Dalam praktiknya, sanggahan yang baik bukan hanya menunjukkan bahwa peserta memperhatikan aturan, tetapi juga menjadi indikasi bahwa sistem pengadaan telah menciptakan ruang dialog yang sehat dan profesional antara pemerintah dan pelaku usaha.
1.2. Dasar Hukum
Dasar hukum dari mekanisme sanggahan dalam pengadaan pemerintah diatur terutama dalam:
- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan
- Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres 16/2018.
Selain itu, ketentuan teknis dan petunjuk operasional lebih lanjut juga dijabarkan dalam peraturan-peraturan turunan seperti:
- Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),
- Serta Pedoman Pengadaan dan dokumen pemilihan yang disusun untuk setiap paket pengadaan.
Pasal-pasal terkait secara eksplisit mengatur mengenai siapa yang berhak mengajukan sanggahan, kapan sanggahan dapat diajukan, bagaimana bentuk dan isi sanggahan, siapa yang berwenang menjawab sanggahan, serta bagaimana tanggapan tersebut harus disusun dan disampaikan. Aturan-aturan ini memberikan kepastian hukum dan membatasi ruang diskresi dari Pokja atau Pejabat Pengadaan agar tidak berlaku sewenang-wenang.
Hukum pengadaan modern menekankan prinsip due process—yakni bahwa setiap tindakan administrasi harus dapat ditinjau, diperiksa, dan jika perlu, diperbaiki melalui mekanisme internal terlebih dahulu, sebelum masuk ke jalur pengadilan. Mekanisme sanggahan adalah perwujudan prinsip tersebut dalam pengadaan publik.
1.3. Batasan Waktu dan Tahapan
Berdasarkan peraturan, waktu pengajuan sanggahan dibatasi secara ketat agar proses pengadaan tidak terhambat dan seluruh tahapan berjalan efisien. Biasanya, peserta diberikan waktu dua hari kerja atau 2×24 jam setelah pengumuman hasil evaluasi atau penetapan pemenang tender untuk menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui sistem e-procurement (SPSE).
Sanggahan yang diajukan di luar waktu tersebut akan ditolak secara otomatis oleh sistem dan dianggap time-barred—artinya tidak sah secara hukum karena melewati tenggat waktu. Hal ini untuk menghindari praktik sabotase oleh peserta yang tidak puas dan berniat mengganggu kelancaran proyek.
Tahapan umum setelah sanggahan diajukan meliputi:
- Pemeriksaan awal oleh Pokja, untuk mengecek kelengkapan dan relevansi isi sanggahan.
- Klarifikasi internal, yakni pembahasan internal lintas fungsi (teknis, hukum, keuangan) mengenai isi sanggahan.
- Penyusunan jawaban sanggahan secara tertulis yang harus objektif, terukur, dan merujuk dokumen tender.
- Penyampaian jawaban resmi melalui SPSE, maksimal 5 hari kerja setelah sanggahan diterima.
Jika peserta tidak puas terhadap jawaban sanggahan, mereka masih memiliki opsi untuk menempuh jalur hukum seperti gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau pengaduan ke lembaga pengawas seperti Inspektorat atau Ombudsman. Namun, sebelum itu, peserta wajib menunjukkan bahwa mereka telah menggunakan hak sanggahan secara benar sebagai bagian dari exhausting internal remedies.
2. Prinsip-Prinsip dalam Menjawab Sanggahan
Jawaban sanggahan tidak boleh disusun secara sembarangan atau hanya sebagai formalitas administratif. Pokja Pengadaan harus menyadari bahwa cara mereka merespons sanggahan akan sangat menentukan citra integritas dan akuntabilitas institusi pemerintah. Oleh karena itu, prinsip-prinsip berikut wajib menjadi pedoman:
2.1. Transparansi
Jawaban sanggahan harus menyajikan informasi yang jelas, lengkap, dan berbasis dokumen. Tidak boleh ada informasi penting yang disembunyikan jika informasi tersebut memang menjadi hak peserta untuk tahu. Namun, transparansi juga memiliki batas: kerahasiaan peserta lain dan rahasia dagang tetap harus dijaga sesuai ketentuan.
2.2. Keadilan dan Kesetaraan
Setiap peserta harus diperlakukan secara equal treatment. Jika sanggahan dari peserta A menghasilkan klarifikasi teknis tambahan, maka klarifikasi itu harus diumumkan terbuka kepada semua peserta, bukan hanya diberikan diam-diam. Hal ini mencegah potensi keberpihakan dan konflik kepentingan.
2.3. Objektivitas
Pokja harus menjawab berdasarkan dokumen tender dan fakta evaluasi, bukan berdasarkan interpretasi pribadi atau asumsi. Semua argumen harus dibuktikan dengan catatan evaluasi, skor teknis, daftar hadir rapat klarifikasi, atau isi proposal.
2.4. Kecepatan dan Ketepatan Waktu
Jawaban sanggahan harus diberikan dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak sanggahan diterima. Keterlambatan menjawab tidak hanya memperlambat proses tender, tetapi juga mencerminkan ketidakseriusan dalam menjaga kepercayaan publik.
2.5. Akuntabilitas
Setiap kata dalam jawaban sanggahan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan administratif. Oleh karena itu, biasanya Pokja melibatkan pendampingan dari unit hukum atau audit untuk memastikan redaksi jawaban tidak melanggar prinsip netralitas, tidak memberi harapan palsu, dan tidak membuka potensi gugatan.
3. Apa yang Boleh Dijawab dalam Sanggahan
Bagian ini membahas secara lebih rinci jenis pertanyaan dari peserta yang secara legal, etis, dan administratif boleh dijawab oleh panitia pengadaan.
3.1. Klarifikasi Kriteria Teknis dan Administratif
Jika peserta merasa tidak paham terhadap kriteria penilaian atau merasa dokumen mereka ditolak tanpa alasan yang jelas, maka panitia boleh menjelaskan bobot penilaian, rincian kriteria, dan alasan penolakan administratif, selama penjelasan tersebut berdasarkan dokumen tender. Misalnya, menjelaskan bahwa kriteria “pengalaman kerja serupa” didefinisikan sebagai proyek senilai minimal Rp500 juta dalam tiga tahun terakhir.
Klarifikasi seperti ini sangat penting untuk menunjukkan bahwa proses seleksi tidak dilakukan secara subjektif, melainkan mengacu pada standar evaluasi yang telah ditentukan sejak awal.
3.2. Koreksi Kesalahan Penulisan atau Data Panitia
Apabila peserta menemukan kekeliruan dalam dokumen pengadaan seperti salah tulis spesifikasi barang, nomor kontak yang keliru, atau jadwal rapat yang tumpang tindih, maka panitia harus mengakui dan memperbaiki secara resmi. Koreksi harus diumumkan secara terbuka kepada seluruh peserta, baik melalui SPSE maupun surat edaran resmi.
3.3. Konfirmasi Status Dokumen Peserta
Panitia dapat memberikan penjelasan terkait dokumen mana saja yang dinilai tidak valid atau tidak memenuhi syarat, misalnya Surat Dukungan dari pabrikan yang tidak ditandatangani oleh manajemen pusat, atau SIUP yang masa berlakunya habis. Namun, panitia tidak boleh memberikan komentar personal, melainkan menyampaikan secara faktual berdasarkan dokumen.
3.4. Penjelasan Metode Evaluasi Harga
Jika peserta mempertanyakan bagaimana formula evaluasi harga diterapkan, panitia boleh menjelaskan rumus matematika yang digunakan, serta parameter yang dinilai—misalnya perhitungan nilai NPH (Nilai Perbandingan Harga) yang menggabungkan harga penawaran dan total biaya operasional.
Namun panitia tidak boleh membandingkan harga antar peserta atau membocorkan harga pemenang kepada peserta yang tidak lolos.
3.5. Informasi Prosedural dan Jadwal
Panitia juga dapat memberikan jawaban tentang:
- Apakah ada hak sanggah lanjutan?
- Kapan proses selanjutnya akan dilakukan?
- Apa prosedur jika peserta ingin mengajukan keberatan melalui jalur hukum?
Jawaban ini penting untuk menjaga hak peserta agar dapat menempuh upaya hukum yang tersedia secara tepat waktu dan terinformasi.
4. Apa yang Tidak Boleh Dijawab dalam Sanggahan
Tidak semua pertanyaan dalam sanggahan peserta harus atau boleh dijawab oleh Pokja. Beberapa informasi tergolong sensitif, rahasia, atau berada di luar ruang lingkup jawaban sanggahan karena berpotensi mengganggu asas fair competition dan mengancam integritas sistem pengadaan. Berikut ini adalah jenis-jenis informasi yang tidak boleh dibuka atau dijawab dalam sanggahan, disertai dengan penjelasan alasannya.
4.1. Harga Penawaran Peserta Lain
Informasi mengenai berapa nilai penawaran kompetitor adalah data sangat rahasia. Hal ini dikarenakan strategi penawaran adalah bagian dari keunggulan kompetitif peserta yang harus dijaga kerahasiaannya.
Jika panitia pengadaan membocorkan harga penawaran peserta lain, hal tersebut dapat mengarah pada:
- Tuduhan kolusi atau keberpihakan,
- Pelanggaran prinsip confidentiality,
- Potensi gugatan ke PTUN atau pelaporan ke LKPP/Ombudsman.
Dalam menjawab sanggahan terkait harga, panitia hanya boleh menjelaskan metode evaluasi harga, bukan data spesifik antar peserta. Jika peserta bertanya, “Mengapa penawaran kami kalah padahal lebih murah?”, jawaban harus mengacu pada formula evaluasi total score, bukan pada angka peserta lain.
Contoh jawaban yang dibolehkan:
“Evaluasi dilakukan berdasarkan bobot 60% harga dan 40% teknis. Penawaran Saudara memperoleh skor total 74,5 dari 100, sedangkan pemenang memperoleh 85,7, sebagaimana hasil evaluasi yang dilampirkan.”
4.2. Rincian Identitas Pihak Internal dan Subkontraktor
Nama-nama individu anggota Pokja, evaluator teknis, reviewer dokumen, atau detail sub-subkontraktor peserta lain adalah informasi yang dilindungi untuk menjaga keamanan, netralitas, dan integritas proses.
Membocorkan identitas pihak internal dapat menyebabkan:
- Tekanan dari peserta kepada panitia (intimidasi, lobbying),
- Ancaman keamanan personal,
- Keraguan terhadap netralitas proses pengadaan.
Jika peserta menanyakan, “Siapa evaluator teknis kami?” atau “Siapa yang memverifikasi dokumen pajak kami?”, panitia cukup menjawab bahwa evaluasi dilakukan oleh tim sesuai SK dan prosedur internal, tanpa menyebutkan nama individu.
4.3. Opini atau Penafsiran Subjektif Panitia
Panitia pengadaan tidak boleh menjawab dengan opini pribadi, asumsi emosional, atau penilaian subjektif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara formal. Misalnya:
- “Kami merasa Anda tidak serius ikut tender ini.”
- “Menurut kami, dokumen Anda tidak meyakinkan.”
Pernyataan semacam ini berpotensi memicu gugatan karena tidak berbasis pada dokumen resmi. Semua evaluasi harus didasarkan pada ketentuan tertulis, baik dari RFP, Kerangka Acuan Kerja (KAK), maupun dokumen pemilihan.
Contoh jawaban yang dibolehkan:
“Dokumen Daftar Riwayat Hidup tidak sesuai dengan format Lampiran III Dokumen Pemilihan, sehingga tidak dapat diberikan nilai maksimal pada aspek Personil Inti.”
4.4. Rencana Strategis Pemerintah atau Kebijakan Mendatang
Sanggahan terkadang memancing panitia untuk membuka rencana masa depan, misalnya:
- Rencana tender ulang proyek,
- Proyeksi anggaran tahun berikutnya,
- Rencana pengadaan lanjutan.
Hal ini sangat tidak disarankan karena:
- Informasi tersebut belum bersifat final atau sah,
- Dapat dimanfaatkan sebagai informasi insider yang tidak merata ke semua pelaku usaha,
- Berpotensi menyesatkan peserta lain jika akhirnya rencana tersebut berubah.
Panitia hanya boleh menjawab berdasarkan kebijakan yang sudah ditetapkan secara resmi, dan telah diundangkan dalam dokumen atau portal pengadaan.
4.5. Janji-Janji atau Diskresi yang Tidak Formal
Panitia pengadaan tidak diperkenankan memberikan harapan palsu atau janji personal yang tidak memiliki dasar hukum formal. Misalnya:
- “Nanti kami beri pertimbangan khusus kalau Anda ikut tender berikutnya.”
- “Diskon Anda nanti akan kami pertimbangkan walau telat.”
Ucapan semacam ini bertentangan dengan prinsip integritas dan akuntabilitas, serta membuka peluang kecurigaan kolusi.
Semua bentuk pertimbangan hanya boleh berdasarkan evaluasi tertulis, aturan dokumen, dan keputusan kolektif, bukan keputusan individual panitia.
5. Prosedur Standar Menjawab Sanggahan
Agar jawaban sanggahan memenuhi prinsip hukum administrasi dan standar operasional organisasi, proses penanganan sanggahan harus dilaksanakan secara terstruktur dan terdokumentasi, sebagai berikut:
5.1. Penerimaan Sanggahan
Langkah awal adalah melakukan verifikasi administrasi awal:
- Memastikan waktu pengajuan tidak melebihi 2×24 jam setelah pengumuman hasil evaluasi.
- Memeriksa format surat sanggahan apakah ditandatangani pejabat yang berwenang, disertai bukti pendukung.
- Mencatat sanggahan dalam log atau sistem SPSE, untuk menandai bahwa sanggahan telah diterima secara sah.
Jika sanggahan tidak memenuhi ketentuan waktu atau format, Pokja dapat membuat jawaban formal penolakan, tetapi tetap sopan dan mengacu pada regulasi.
5.2. Verifikasi Internal
Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis isi sanggahan secara internal. Pokja perlu:
- Menelaah apakah isu yang disampaikan valid dan relevan,
- Melibatkan unit teknis, hukum, dan/atau keuangan, tergantung topik sanggahan,
- Menyusun timeline jawaban, agar tidak lewat tenggat 5 hari kerja.
Verifikasi ini juga mencakup pencocokan data: dokumen pemilihan, daftar hadir rapat, hasil evaluasi, dan dokumen peserta.
5.3. Penyusunan Draft Jawaban
Jawaban disusun secara sistematis dan merujuk poin-poin dalam surat sanggahan.
- Format umum: tanya-jawab numerik (Nomor 1 → Jawaban 1),
- Gunakan bahasa baku, formal, dan faktual,
- Sertakan lampiran pendukung jika perlu (seperti kutipan dokumen tender),
- Hindari bahasa yang multitafsir atau ambigu.
5.4. Pengesahan Jawaban
Draft jawaban sanggahan harus ditandatangani Ketua Pokja atau Ketua Tim Evaluasi dan disertai:
- Berita Acara Penelaahan Sanggahan,
- Disahkan dalam bentuk PDF atau dokumen resmi untuk diunggah ke SPSE.
Dalam beberapa instansi, jawaban juga harus disetujui oleh atasan langsung atau direksi proyek.
5.5. Pengumuman dan Distribusi
Setelah final:
- Unggah jawaban di SPSE dan kirim ke email peserta,
- Jika perlu, adakan sesi klarifikasi daring terbatas, agar tidak ada miskomunikasi,
- Jawaban harus tersedia secara terbuka sesuai prinsip transparansi.
5.6. Dokumentasi dan Arsip
Semua dokumen sanggahan, proses verifikasi, dan jawaban harus:
- Diarsipkan secara digital dan fisik,
- Masuk dalam folder paket pengadaan untuk kepentingan audit BPK, Inspektorat, atau LKPP,
- Dijadikan pelajaran dalam tender berikutnya melalui rapat evaluasi internal.
6. Studi Kasus: Kesalahan Umum dan Solusi Praktis
Studi Kasus Nyata
Latar Belakang:
Pada tender proyek renovasi sekolah senilai Rp 1,5 miliar, Pokja menggunakan dokumen pemilihan yang menyebutkan bobot evaluasi: harga 70%, teknis 30%. Peserta A mengajukan sanggahan karena tidak memahami bagaimana skor teknis mereka lebih rendah dibandingkan pemenang, padahal spesifikasi teknis mereka hampir serupa.
Kesalahan yang Terjadi:
- Jawaban Pokja hanya menjelaskan teori umum tanpa merinci skor sub-kriteria.
- Tidak ada lampiran evaluasi rinci dalam jawaban.
- Pokja tidak mengunggah addendum atau klarifikasi tambahan ke SPSE.
Solusi Praktis:
- Membuat lampiran penjelasan sub-bobot kriteria, misalnya:
- Personil Inti: 10%
- Metodologi Kerja: 10%
- Pengalaman Perusahaan: 10%
- Memberikan contoh penghitungan skor:
- Harga terendah: Rp 1.000.000.000 → skor 100
- Harga peserta A: Rp 1.200.000.000 → skor = (1.000.000.000 / 1.200.000.000) × 100 = 83,3
- Mengunggah addendum evaluasi teknis ke portal SPSE dan mengumumkan hasil evaluasi dalam format tabel anonim agar peserta lain bisa memverifikasi secara netral.
7. Rekomendasi untuk Panitia dan Peserta
Agar proses sanggahan dalam pengadaan berjalan optimal—menghindari konflik yang tidak perlu, mempercepat penyelesaian, dan menjaga integritas sistem—baik panitia pengadaan maupun peserta tender perlu menjalankan strategi yang cermat. Berikut adalah rekomendasi praktis dan strategis yang dapat diterapkan kedua belah pihak:
Untuk Panitia Pengadaan
7.1. Susun FAQ Berbasis Sanggahan Umum Sejak Awal
Panitia dapat menyusun dokumen Frequently Asked Questions (FAQ) sejak tahap awal pemilihan penyedia berdasarkan pengalaman sanggahan di tender sebelumnya. FAQ ini mencakup:
- Penjelasan format evaluasi,
- Rincian dokumen administratif yang wajib,
- Penegasan batas waktu pengiriman dan ketentuan sistem.
Dokumen FAQ yang diunggah sejak awal di SPSE akan mengurangi potensi sanggahan yang disebabkan oleh ketidaktahuan peserta, sekaligus mempercepat respon panitia saat sanggahan masuk.
7.2. Latihan Internal: Memahami Informasi Rahasia
Pokja dan seluruh anggota tim pengadaan perlu dibekali pelatihan berkala tentang:
- Jenis informasi yang termasuk kategori rahasia (confidential),
- Etika komunikasi saat merespons sanggahan,
- Teknik menyusun jawaban yang netral dan defensible (dapat dipertanggungjawabkan).
Latihan semacam ini penting untuk mencegah blunder komunikasi, misalnya membocorkan data peserta lain atau menjawab secara emosional.
7.3. Gunakan SPSE secara Optimal
Sistem e-Procurement seharusnya bukan hanya sarana administrasi, tetapi juga media komunikasi formal. Panitia harus:
- Mengunggah seluruh klarifikasi, FAQ, dan jawaban sanggahan secara terstruktur dan terdokumentasi,
- Mengaktifkan fitur diskusi publik bila tersedia untuk mencegah persepsi ketertutupan,
- Menyimpan seluruh log aktivitas untuk keperluan audit dan pembuktian.
Dengan demikian, SPSE menjadi sumber kebenaran tunggal (single source of truth) dalam proses pengadaan.
7.4. Libatkan Unit Lintas Fungsi dalam Penyusunan Jawaban
Jangan hanya mengandalkan Pokja. Libatkan:
- Tim hukum untuk menilai konsekuensi redaksional,
- Unit teknis untuk verifikasi substansi,
- Unit pengendalian internal untuk menjaga konsistensi proses.
Pendekatan kolaboratif ini memperkecil risiko jawaban yang bias, tidak sah, atau bertentangan dengan dokumen pemilihan.
Untuk Peserta Tender
7.5. Ajukan Sanggahan Spesifik, Padat, dan Berbasis Bukti
Peserta harus memahami bahwa sanggahan bukan tempat curhat panjang lebar. Gunakan gaya penulisan profesional:
- Langsung menyebut poin yang diprotes (contoh: “penolakan dokumen referensi kerja pada halaman 5 RFP”),
- Hindari narasi emosional seperti “kami kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil”,
- Gunakan lampiran bukti: potongan RFP, capture SPSE, atau surat resmi.
Penyampaian sanggahan yang sistematis membuat panitia lebih mudah memberikan respon yang objektif dan substansial.
7.6. Ketahui Batas Kewenangan dan Waktu
Peserta juga harus tahu batas ruang lingkup sanggahan. Sanggahan tidak bisa digunakan untuk:
- Menanyakan status peserta lain,
- Meminta perubahan kebijakan yang sudah ditetapkan sebelumnya,
- Menyerang pribadi anggota panitia.
Selain itu, perhatikan waktu 2×24 jam sejak pengumuman. Keterlambatan akan menyebabkan sanggahan ditolak, dan peserta kehilangan hak hukum formal.
7.7. Siapkan BATNA: Best Alternative to a Negotiated Agreement
Dalam dunia negosiasi dan pengadaan, penting bagi peserta memiliki rencana cadangan atau alternatif terbaik jika sanggahan tidak diterima. Ini bisa berupa:
- Siap mengikuti tender ulang,
- Mengambil langkah hukum ke PTUN jika cukup bukti,
- Meningkatkan dokumen untuk paket proyek berikutnya.
Dengan memahami posisi strategis dan opsi realistis, peserta tidak bergantung pada satu proyek saja dan tetap bersaing secara sehat.
7.8. Bangun Hubungan Profesional, Bukan Konfrontatif
Sanggahan bukanlah medan perang. Gunakan sebagai alat komunikasi resmi yang menjunjung profesionalisme. Menyerang personal, menggunakan bahasa kasar, atau mengancam tidak akan membantu memenangkan proses—malah dapat merusak reputasi peserta di masa depan.
Beberapa instansi bahkan memiliki catatan performa peserta, termasuk sikap selama proses tender. Bersikap konstruktif akan membuka lebih banyak peluang kerja sama jangka panjang.
8. Kesimpulan
Mekanisme sanggahan dalam proses pengadaan barang dan jasa bukan sekadar saluran keberatan administratif, tetapi merupakan bagian penting dari sistem akuntabilitas dan keadilan dalam pengadaan publik. Kemampuan panitia untuk menjawab sanggahan dengan cepat, objektif, dan profesional menjadi indikator sejauh mana prinsip-prinsip tata kelola pengadaan dijalankan secara benar.
Sementara itu, peserta pengadaan yang memahami aturan main, menyusun sanggahan secara rapi dan berbasis data, akan lebih dihargai dan berpeluang besar mendapatkan keadilan yang sepadan. Baik panitia maupun peserta perlu memahami batas informasi yang boleh dan tidak boleh dibuka, demi menjaga integritas proses serta mencegah potensi konflik dan gugatan hukum.