Kontrak Payung: Untung atau Rugi?

Pendahuluan

Kontrak payung—sering disebut framework agreement—adalah instrumen kontraktual yang semakin populer di organisasi publik dan swasta karena menjanjikan efisiensi administrasi dan kecepatan pemenuhan kebutuhan. Di permukaan, keuntungan terlihat jelas: tidak perlu tender ulang setiap kali memesan barang/jasa yang sama, lebih mudah mengagregasi volume untuk mendapat harga lebih baik, dan pengelolaan supply jadi lebih terstruktur. Namun kenyataannya tidak selalu hitam-putih. Banyak organisasi mengalami pengalaman bertolak belakang: ada yang mendapat penghematan besar dan stabilitas pasokan, sementara yang lain terjebak dalam harga yang tidak kompetitif, kualitas yang menurun, atau masalah hukum yang rumit.

Artikel ini membedah kontrak payung dari berbagai sudut: apa itu dan bagaimana bentuknya, keuntungan praktis yang mungkin dipetik, risiko dan kerugian potensial yang sering muncul, kondisi-kondisi kapan instrumen ini menguntungkan atau merugikan, bagaimana merancang kontrak payung yang meminimalkan risiko, contoh situasi nyata dan pelajaran praktis, serta rekomendasi tindakan bagi pembeli dan penyedia. Tujuannya memberi pembaca gambaran komprehensif dan terstruktur agar keputusan menggunakan kontrak payung berdasarkan analisis —bukan sekadar tren atau kebiasaan administratif semata.

1. Apa itu kontrak payung dan jenis-jenisnya

Secara sederhana, kontrak payung adalah perjanjian induk antara pembeli (buyer) dan satu atau beberapa penyedia (supplier) yang menetapkan syarat-syarat umum hubungan pengadaan—harga acuan, standar layanan, syarat pembayaran, dan mekanisme pemanggilan (call-off). Kontrak ini tidak serta-merta menjamin pengiriman; setiap kebutuhan spesifik baru direalisasikan melalui call-off order atau mini-competition di bawah payung kontrak. Ada dua model umum: single-supplier framework (satu penyedia) dan multiple-supplier framework (beberapa penyedia).

Pada model single-supplier, pembeli berurusan dengan satu mitra utama. Keuntungan: proses pemanggilan cepat, konsistensi kualitas mudah dijaga, dan hubungan strategis bisa dibangun. Kelemahannya: risiko ketergantungan sangat tinggi—jika penyedia bermasalah, pembeli kesulitan mencari alternatif cepat. Model ini cocok bila ada penyedia unik yang memang satu-satunya mampu memenuhi kebutuhan atau bila pembeli membutuhkan integrasi tinggi.

Model multiple-supplier lebih umum dalam praktik publik dan korporat; beberapa penyedia dipra-kualifikasi dan mekanisme alokasi ditentukan (rotasi, proporsional, atau mini-competition). Model ini mengurangi risiko single source dan menjaga kompetisi selama masa kontrak. Namun tata kelola menjadi lebih kompleks: aturan alokasi, fairness, dan rekam jejak call-off harus terdokumentasi ketat.

Selain pembagian tadi, kontrak payung juga dibedakan berdasarkan sifat harga dan fleksibilitas: fixed-price frameworks (harga tetap selama periode tertentu), indexed pricing frameworks (harga disesuaikan mengacu pada indeks komoditas/indeks pasar tertentu), dan range/band pricing (harga bergerak dalam batas atas-bawah yang ditetapkan). Pilihan skema harga punya dampak besar pada siapa yang paling diuntungkan ketika pasar berubah.

Durasi kontrak payung biasanya menengah hingga panjang (1–5 tahun umum), sering dengan opsi perpanjangan berdasarkan evaluasi kinerja. Lampiran teknis (price schedule, technical specs, call-off template) dan governance arrangements (steering committee, reporting cadence) menjadi bagian yang menentukan keberhasilan implementasi.

Intinya: kontrak payung bukan satu produk tunggal —ia adalah rangkaian keputusan desain. Menentukan model yang tepat bergantung pada karakteristik kebutuhan (frekuensi, predictable volume), pasar (jumlah dan kapasitas penyedia), dan kapasitas internal pembeli (manajemen kontrak, monitoring). Tanpa pemilihan model yang cocok, kontrak payung berisiko menjadi beban, bukan solusi.

2. Keuntungan praktis kontrak payung

Kontrak payung menawarkan serangkaian manfaat yang nyata bila dirancang dan dioperasikan dengan baik. Berikut manfaat utama, dijelaskan beserta contoh aplikasi praktis.

1. Efisiensi waktu dan administrasi

Salah satu manfaat paling nyata adalah pengurangan beban administratif. Setelah framework disetujui, setiap pemanggilan tidak memerlukan tender penuh—cukup call-off menurut syarat yang telah disepakati. Ini menghemat waktu persiapan dokumen, proses evaluasi, dan pengumuman, memungkinkan unit operasional memenuhi kebutuhan lebih cepat ketika ada kebutuhan mendesak.

2. Bargaining power dan harga lebih baik

Dengan mengagregasi permintaan selama masa kontrak, pembeli mendapat leverage untuk negosiasi harga atau diskon volume. Harga unit yang diperoleh melalui pembelian teragregasi seringkali lebih murah dibandingkan pembelian ad-hoc. Untuk organisasi besar yang mengeluarkan pengadaan berulang (mis. bahan habis pakai, suku cadang), potensi penghematan kumulatif bisa signifikan.

3. Konsistensi kualitas dan standar layanan

Framework memungkinkan pembeli menetapkan standar teknis dan KPI di depan—semua call-off harus memenuhi standar tersebut. Hal ini membantu menjaga konsistensi kualitas produk/jasa sepanjang waktu, memudahkan proses penerimaan, dan menurunkan frekuensi klaim kualitas.

4. Kesiapan supply dan kontinuitas layanan

Dengan penyedia dipra-kualifikasi dan kapasitas produksi dievaluasi, kontrak payung memperkecil risiko gangguan pasokan pada kebutuhan rutin. Dalam situasi darurat, call-off cepat bisa menjadi solusi tanpa harus membuka proses tender yang memakan waktu. Bagi sektor publik, ini sangat penting untuk layanan kritis.

5. Hubungan strategis dan inovasi bersama

Kontrak jangka menengah membuka ruang bagi kerja sama strategis: joint planning, forecast demand sharing, dan inisiatif cost-saving. Penyedia yang memiliki kepastian volume cenderung berinvestasi di kapasitas atau proses untuk memenuhi kebutuhan pembeli—hasilnya inovasi yang menguntungkan kedua pihak.

6. Manajemen supplier dan pengawasan kinerja yang terstruktur

Framework memaksa organisasi menetapkan mekanisme monitoring (scorecard, SLA) dan governance (steering committee), sehingga pengelolaan pemasok menjadi lebih disiplin dibandingkan pembelian ad-hoc yang sering terdesentralisasi.

7. Kemudahan penganggaran dan perencanaan cashflow

Dengan harga acuan dan estimasi volume, unit keuangan dapat memproyeksikan pengeluaran lebih baik, merencanakan alokasi anggaran, dan mengoptimalkan cashflow. Ini penting untuk organisasi yang perlu meminimalkan fluktuasi pengeluaran tahunan.

8. Potensi integrasi rantai pasok lokal

Kontrak payung memungkinkan program kapasitas untuk pemasok lokal atau UMKM—dengan skema sub-kontrak atau alokasi tertentu—yang dapat memperkuat basis pemasok domestik dan mendukung kebijakan lokal.

Secara ringkas: bila kebutuhan berulang, pasar kompetitif, dan organisasi memiliki kapasitas manajemen kontrak, kontrak payung cenderung memberikan keuntungan nyata—baik dalam bentuk waktu, biaya, maupun kualitas layanan. Namun, manfaat ini bukan otomatis: desain kontrak, skema harga, tata kelola call-off, dan monitoring kinerja menentukan seberapa besar manfaat yang terealisasi.

3. Risiko dan potensi kerugian kontrak payung

Walau banyak keuntungan, kontrak payung juga membawa risiko yang bisa berujung pada kerugian finansial, operasional, atau reputasi bila tidak dikelola baik. Di bawah ini dijelaskan risiko utama dan contoh bagaimana mereka dapat terjadi.

1. Risiko ketergantungan (single-source risk)

Jika framework single-supplier atau bila satu vendor menguasai sebagian besar alokasi, pembeli rentan bila penyedia mengalami gagal produksi, masalah kualitas, atau kebangkrutan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan layanan yang sulit ditambal cepat. Risiko ini umum di sektor yang memiliki pemasok terbatas.

2. Harga menjadi tidak kompetitif seiring waktu

Dalam pasar yang sangat dinamis, harga tetap yang disepakati pada saat penandatanganan kontrak bisa jadi tidak lagi optimal beberapa bulan/ tahun kemudian. Jika mekanisme penyesuaian harga tidak tepat, pembeli bisa menanggung harga lebih tinggi daripada pasar terbuka; sebaliknya penyedia bisa dirugikan oleh penurunan biaya input.

3. Penurunan kualitas karena ‘keamanan volume’

Penyedia yang sudah pasti mendapatkan volume besar mungkin menurunkan upaya untuk menjaga kualitas atau pelayanan karena mereka tahu pembeli terikat dan persaingan berkurang—fenomena moral hazard. Tanpa monitoring KPI yang ketat dan penalti, kualitas bisa menurun.

4. Kompleksitas tata kelola dan biaya transaksi tersembunyi

Model multiple-supplier memerlukan aturan alokasi, rekam jejak mini-competition, dan dokumentasi call-off yang rapi. Jika organisasi tidak memiliki kapabilitas manajerial, biaya administrasi internal untuk menjalankan framework bisa membengkak, bahkan melebihi manfaat penghematan harga.

5. Risiko hukum dan kepatuhan

Di sektor publik, kontrak payung harus mematuhi aturan pengadaan, transparansi, dan non-diskriminasi. Desain yang buruk (mis. tidak cukup publikasi, atau kriteria pra-kualifikasi yang diskriminatif) bisa memicu gugatan atau audit yang merugikan reputasi dan keuangan.

6. Lock-in teknologi dan data (untuk kontrak IT)

Kontrak jangka panjang untuk layanan teknologi tanpa klausul data escrow atau interoperability dapat menyebabkan lock-in—pembeli sulit berpindah penyedia karena data, customisasi, atau lisensi yang dipasok penyedia. Akibatnya biaya switch tinggi jika ingin pindah.

7. Risiko pasar dan volatilitas komoditas

Jika kontrak tidak memiliki mekanisme penyesuaian harga yang adil, fluktuasi harga input dapat merugikan salah satu pihak—menimbulkan permintaan renegosiasi atau kegagalan penyedia memenuhi kewajiban karena margin negatif.

8. Potensi korupsi dan praktik tidak etis

Kontrak payung yang tidak transparan atau yang proses pra-kualifikasinya lemah dapat membuka celah nepotisme dan suap—terutama bila alokasi dilakukan secara ad-hoc dan tanpa audit trail. Ini sangat sensitif di sektor publik.

9. Resistensi organisasi internal

Perubahan menuju framework mengharuskan unit pengguna menyesuaikan kebiasaan procurement. Jika unit internal tidak terlibat sejak awal, mereka mungkin menolak standar, mencari “cara pintas” atau menghindari mekanisme call-off, sehingga manfaat tidak tercapai.

Untuk meminimalkan kerugian, langkah preventif wajib: desain klausul penyesuaian harga, diversifikasi penyedia, monitoring KPI dan penalti yang efektif, tata kelola yang transparan, dan kesiapan organisasi dalam mengelola hubungan jangka panjang. Tanpa itu, kontrak payung bisa berubah dari solusi efisiensi menjadi sumber masalah struktural.

4. Kapan kontrak payung menguntungkan — indikator dan kondisi ideal

Memutuskan apakah kontrak payung tepat bagi organisasi membutuhkan evaluasi kondisi objektif. Gunakan indikator berikut untuk menilai kelayakan.

Indikator kebutuhan dan pasar

  1. Frekuensi pembelian tinggi dan berulang: kategori barang atau jasa yang dibeli berkali-kali sepanjang tahun (mis. ATK, suku cadang, layanan kebersihan) cocok untuk framework.
  2. Volume total cukup besar: total spend yang signifikan memberikan leverage negosiasi untuk diskon volume.
  3. Ketersediaan banyak penyedia berkualitas: pasar kompetitif memungkinkan multiple-supplier framework yang menjaga harga kompetitif.
  4. Lead time dan kontinuitas penting: kebutuhan yang mengancam operasi jika terlambat (mis. bahan baku produksi, layanan pemeliharaan) mendapat manfaat dari kesiapan call-off.

Indikator organisasi internal

  1. Kapasitas manajemen kontrak: keberadaan tim yang mampu memonitor KPI, mengelola call-off, dan menegakkan SLA.
  2. Sistem informasi dan e-procurement: infrastruktur digital yang mendukung pencatatan call-off, alokasi, dan reporting memudahkan tata kelola.
  3. Komitmen governance: willingness untuk menerapkan scorecard, audit, dan transparansi.
  4. Kesiapan anggaran: kemampuan memprediksi alokasi dana dan fleksibilitas untuk mekanisme pembayaran (mis. retensi, performance bond).

Kondisi pasar yang tidak cocok

  • Kebutuhan sekali-sekaligus atau highly customized: kontrak payung biasanya tidak efisien untuk barang/jasa unik.
  • Pasar sangat volatile dengan perubahan harga ekstrem: kecuali ada mekanisme indexation yang solid, kontrak jangka panjang bisa merugikan.
  • Hanya ada satu penyedia di pasar: risiko monopoli tinggi; kontrak payung kurang cocok kecuali ada mitigasi kuat.

Contoh sederhana keputusan

  • Departemen logistik rumah sakit yang membeli ratusan item habis pakai tiap bulan: layak menggunakan kontrak payung karena frekuensi tinggi, kebutuhan kontinuitas, dan banyak pemasok.
  • Pengadaan mesin spesial beli satu kali dengan spesifikasi khusus: tidak layak karena sifat unik dan volume rendah.

Secara ringkas, kontrak payung menguntungkan saat ada kesejajaran antara kebutuhan yang berulang, pasar yang kompetitif, dan kapasitas internal untuk mengelola framework. Keputusan harus didasarkan pada analisis spend, market scan, dan readiness organisasi—bukan sekadar karena “semua organisasi lain memakai kontrak payung”.

5. Cara merancang kontrak payung yang meminimalkan risiko

Desain kontrak adalah fase paling menentukan. Berikut panduan praktis untuk merancang framework yang memberikan keuntungan maksimal sekaligus menekan risiko.

1. Definisikan ruang lingkup dan kriteria pra-kualifikasi dengan jelas

Spesifikasikan kategori barang/jasa, batasan jenis yang boleh dipanggil, dan syarat teknis minimal. Pra-kualifikasi harus menilai kapabilitas produksi, kapasitas suplai, stabilitas finansial, dan rekam jejak kualitas. Untuk transparansi, publikasikan kriteria dan daftar penyedia yang lolos.

2. Pilih model supplier (single vs multiple) berdasarkan analisis risiko

  • Gunakan single-supplier hanya jika benar-benar diperlukan (unikitas produk, kebutuhan integrasi tinggi), dan siapkan contingency plan (backup suppliers, safety stock).
  • Untuk mayoritas kategori, pilih multiple-supplier dengan mekanisme alokasi (mini-competition/rotasi/proporsi) yang jelas demi menjaga kompetisi.

3. Rancang mekanisme harga yang adil dan responsif

Pilih formula pricing sesuai volatilitas pasar:

  • Fixed price with periodic review: cocok untuk pasar stabil; sertakan klausul review tiap 6–12 bulan.
  • Indexed pricing: kaitkan dengan indeks komoditas relevan (mis. harga baja, bahan bakar) untuk melindungi kedua pihak. Pastikan indeks transparan dan tercantum referensi yang bisa diverifikasi.
  • Band pricing: harga bergerak dalam rentang tertentu; bila melampaui band, ada mekanisme renegosiasi.

Tambahkan price caps untuk melindungi pembeli dari lonjakan ekstrim dan price floors untuk menghindari margin negatif penyedia.

4. Sertakan SLA, KPI dan mekanisme penegakan

Jangan hanya menulis target — tetapkan metode pengukuran, sumber data, frekuensi reporting, dan konsekuensi bila KPI gagal. Konsekuensi harus proporsional: warning → corrective action plan → penalti → pembatasan volume → terminasi.

5. Mechanism for call-off & mini-competition

Dokumentasikan alur call-off: siapa berwenang mengeluarkan call-off, dokumen apa yang harus disertakan, lead time konfirmasi, dan opsi mini-competition antar penyedia terdaftar bila perlu. Pastikan proses tercatat di sistem untuk audit trail.

6. Jaminan kinerja & financial safeguards

Minta performance bond, retensi, atau garansi purna-jual tergantung nilai. Jaminan ini mendorong penyedia bertanggung jawab dan memberi pembeli ruang klaim bila kegagalan terjadi.

7. Term, renewal, exit & transition plan

Tentukan durasi yang realistis, syarat perpanjangan (evaluasi KPI & kondisi pasar), dan prosedur exit (notice period, transitional support, data/knowledge transfer). Untuk kontrak IT, siapkan escrow untuk source code/data.

8. Governance & transparency

Bentuk steering committee yang memegang otoritas review, approval perpanjangan, dan pengambilan keputusan strategis. Pastikan seluruh call-off dan mini-competition didokumentasikan dan (untuk entitas publik) dipublikasikan ringkasan hasil untuk akuntabilitas.

9. Audit rights & compliance clause

Masukkan hak audit reguler, requirement kepatuhan (anti-korupsi, lingkungan, tenaga kerja), dan sanksi non-compliance. Untuk sektor publik, pastikan kontrak memenuhi persyaratan hukum pengadaan.

10. Capacity building & supplier development

Pertimbangkan program penguatan kapasitas untuk pemasok lokal/UMKM agar mereka dapat bersaing dan memenuhi standar. Ini mengurangi risiko kegagalan teknis dan meningkatkan resilien rantai pasok.

11. Sistem IT & dokumentasi otomatis

Implementasikan e-procurement/contract management system untuk pencatatan call-off, dokumentasi evaluasi, dan monitoring KPI. Otomatisasi mengurangi kesalahan manual dan mempercepat proses audit.

Rangkuman: desain kontrak payung yang baik menggabungkan kejelasan teknis, fleksibilitas harga, mekanisme kompetisi internal, safeguards finansial, governance kuat, dan alat digital untuk monitoring. Investasi di tahap desain membayar dividen besar sepanjang masa kontrak.

6. Contoh situasi nyata — pelajaran praktis

Berikut beberapa skenario ringkas ilustratif (tanpa menyebut nama organisasi) yang menunjukkan potensi untung/rugi dan pelajaran yang bisa diambil.

Skenario A — Organisasi besar (untung)

Sebuah perusahaan logistik menerapkan kontrak payung untuk pemenuhan bahan habis pakai (packaging, fuel additives) dengan beberapa supplier pra-kualifikasi. Hasil: negosiasi volume menekan harga 8–12% dibandingkan pembelian ad-hoc, lead time berkurang 40%, dan pengurangan biaya administrasi karena call-off otomatis. Kunci sukses: analisis spend historis yang kuat, multiple-supplier dengan mini-competition, dan dashboard KPI terintegrasi.

Pelajaran: data historical spend + multiple-supplier + teknologi = outcome positif.

Skenario B — Lembaga publik (rugi karena desain lemah)

Sebuah instansi pemerintahan menetapkan kontrak payung single-supplier untuk pengadaan barang IT tanpa klausul harga indeks atau escape clause. Dua tahun kemudian, harga komoditas naik drastis dan penyedia menuntut renegosiasi; proses negosiasi berlarut, layanan terpengaruh, dan akhirnya ada audit yang menilai kurangnya mitigasi risiko. Publik menyorot keterbatasan transparansi proses pra-kualifikasi.

Pelajaran: hindari single-supplier tanpa mitigasi; selalu sertakan mekanisme penyesuaian harga dan dokumentasi publik; pastikan kepatuhan pengadaan.

Skenario C — Perusahaan manufaktur (campuran)

Perusahaan memanfaatkan framework untuk suku cadang rutin namun gagal memasukkan klausul penalti yang efektif. Ketika supplier menurunkan kualitas karena tekanan kapasitas, frekuensi retur meningkat; biaya koreksi memborong ke pembeli. Setelah renegosiasi, ditambahkan KPI ketat dan program supplier development sehingga kinerja membaik dalam 6 bulan.

Pelajaran: KPI dan penalti harus proporsional; jika supplier kesulitan, program capacity building bisa lebih efektif daripada pemutusan.

Dari contoh-contoh ini terlihat bahwa outcome sangat bergantung pada detail desain dan implementasi. Kontrak payung bukan obat mujarab; ia bekerja sesuai kualitas perencanaan, tata kelola, dan monitoring.

7. Rekomendasi praktis untuk pembeli dan penyedia

Berikut rangkaian langkah konkrit yang bisa diadopsi pembeli dan penyedia untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko.

Untuk Pembeli

  1. Lakukan analisis spend & market scan sebelum memutuskan framework.
  2. Pilih multiple-supplier bila memungkinkan dan buat aturan alokasi yang adil.
  3. Rancang skema harga yang sesuai: indexed pricing untuk pasar volatile; fixed price dengan review untuk pasar stabil.
  4. Masukkan KPI, SLA, dan penalti yang proporsional serta sumber data verifikasi.
  5. Implementasikan e-procurement / contract management untuk jejak audit dan kemudahan call-off.
  6. Publikasikan ringkasan call-off & supplier list (untuk entitas publik) demi transparansi.
  7. Siapkan contingency plan: supplier cadangan, safety stock, dan mekanisme emergency call-off.
  8. Investasikan pada capacity building supplier jika banyak vendor lokal.
  9. Terapkan governance: steering committee, periodic review, dan proses perpanjangan berbasis data.

Untuk Penyedia

  1. Siapkan capability statement: bukti kapasitas, kapasitas produksi, dan referensi yang jelas untuk pra-kualifikasi.
  2. Prediksi biaya & risiko jangka panjang sebelum menandatangani—jangan ambil order jika margin berbahaya.
  3. Tawar pricing mechanism yang fair—indexation bisa melindungi penyedia dari fluktuasi ekstrim.
  4. Jaga performa & komunikasi: respons cepat pada call-off dan transparansi bila ada kendala.
  5. Klik ke alat digital: siapkan sistem pemenuhan/pelaporan yang kompatibel dengan e-procurement pembeli.
  6. Negosiasikan jaminan & retensi yang proporsional—performance bond membantu menjaga relasi sehat.
  7. Buka ruang inovasi: tawarkan program cost saving atau perbaikan proses untuk jangka panjang.

Alat bantu implementasi

  • Template call-off (standard form) untuk mempercepat eksekusi.
  • Supplier scorecard untuk melakukan evaluasi periodik.
  • Contract lifecycle management system untuk mengotomasi peringatan review dan pencatatan KPI.
  • Checklist readiness sebelum perpanjangan kontrak: kinerja, kondisi pasar, dan capacity planning.

Dengan langkah-langkah ini, pembeli dan penyedia sama-sama mendapat kepastian: pembeli mendapatkan kontinuitas dan value for money; penyedia mendapatkan kepastian volume dan kesempatan untuk efisiensi. Keseimbangan adalah kunci.

Kesimpulan

Apakah kontrak payung menguntungkan atau merugikan? Jawabannya: tergantung. Kontrak payung dapat menjadi sumber efisiensi besar—mengurangi biaya administrasi, menurunkan harga lewat agregasi, menjaga kontinuitas pasokan, serta membuka ruang kolaborasi strategis dengan pemasok. Namun potensi kerugian nyata muncul bila desain lemah: ketergantungan pada satu penyedia, harga yang tidak responsif terhadap pasar, penurunan kualitas, ataupun masalah kepatuhan dan reputasi.

Keberhasilan bergantung pada analisis kebutuhan yang teliti, pemilihan model supplier yang tepat, mekanisme harga yang adil, KPI dan pengawasan yang disiplin, tata kelola yang transparan, serta kesiapan organisasi untuk menjalankan dan mereview kontrak sepanjang masa berlakunya. Investasi di tahap desain—termasuk sistem IT, capacity building, dan dokumentasi call-off—seringkali menjadi pembeda antara untung besar dan rugi besar.

Saran praktis akhir: jangan pilih kontrak payung sebagai solusi instan. Lakukan due diligence (spend analysis, market scan, risk register) terlebih dahulu. Bila keputusan dibuat, rancang kontrak dengan safeguards yang seimbang dan tata kelola yang kuat. Dengan itu, kontrak payung lebih mungkin menjadi alat strategis yang menambah nilai, bukan jebakan yang menciptakan biaya tersembunyi.